Rabu, 27 Maret 2013

Bismillah, saya menolak Kurikulum 2013

Setelah membaca dokumen kurikulum 2013, mengikuti seminarnya, dan merenung sedalam-dalamnya, maka saya ucapkan, "Bismillah", dan memberanikan diri untuk menolak kurikulum 2013. Mengapa saya sebagai seorang guru menolak kurikulum baru? Sebab kurikulum baru itu tidak menjawab permasalahan pendidikan yang ada di bumi Indonesia. Anda boleh tak setuju dengan saya, dan boleh juga sepakat. mari kita beragumentasi dengan akal sehat.

Rendahnya Kualitas Guru

Masalah rendahnya kualitas guru, seharusnya bukan dijawab dengan pergantian kurikulum baru. Semestinya pemerintah menjawabnya dengan pelatihan-pelatihan guru yang mampu meningkatkan kualitas guru. Pendidik kita banyak yang belum mengikuti pelatihan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Bahkan ada guru PNS di daerah yang puluhan tahun belum mendapatkan pelatihan guru dari pemerintah. Itulah fakta yang dapat dilihat dengan kasat mata.

Rendahnya nilai anak-anak Indonesia berdasarkan hasil penelitian TIMSS 2011 dan PISA secara internasional belum bisa dijadikan alasan untuk pergantian kurikulum. Sebab rendahnya nilai itu, karena kita belum memiliki guru-guru yang berkualitas. Kalau saja pemerintah fokus dalam pelatihan guru, niscaya nilai-nilai itu akan terangkat dengan sendirinya. Sebab pada dasarnya, anak Indonesia adalah anak-anak yang cerdas. Perlu guru yang cerdas pula untuk mengajari mereka. Cara mengajar guru itu kuncinya.

Kurikulum sudah seringkali berubah, namun ternyata tidak memecahkan masalah. Mengapa kita tak pernah belajar dari sejarah? Selalu melakukan hal yang sama, dan terperosok dalam lubang yang sama? Kasihan para peserta didik kita. Mereka hanya menjadi kelinci percobaan kaum penguasa. Mereka dijadikan "trial and error"dari sebuah penelitian kebijakan yang berbasis proyek. Pantas saja pendidikan menjadi mahal di negeri ini. Si miskin menjadi sulit mendapatkan pendidikan yang baik. Rusak sudah bangsa ini (RSBI). Ganti menteri, ganti kurikulum.

Pak Mendikbud Muhammad nuh selalu bilang, "di Kurikulum baru, guru tak perlu lagi bikin silabus". Sungguh sebuah pembodohan yang terstrukturisasi. Guru hanya diminta untuk menjadi makhluk penurut dan memenuhi keinginan sang penguasa. Guru tak menjadi lagi orang yang merdeka, dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya.

Tolak Kurikulum 2013

Kini saatnya guru bersatu untuk menolak kurikulum baru. Jangan mau lagi guru dibodohi oleh sang penguasa. Kita harus mampu berpikir kritis, dan bukan hanya memikirkan diri sendiri. Nasib bangsa ini terletak di tangan guru. Bila gurunya kritis, dan mampu berpikir jernih, maka sang penguasa tak akan mampu berbuat apa-apa. Demokrasi terletak ditangan rakyat, dan pendidikan yang baik terletak di tangan guru tangguh berhati cahaya.

Mengapa guru harus menolak kurikulum 2013? Sebab kurikulum ini syarat dengan kepentingan politik. Kurikulum itu terlalu dipaksakan dan belum tentu mampu menjawab persoalan pendidikan yang ada saat ini. Guru-guru malah dibuat bingung dengan kurikulum baru. Seminar dan bedah kurikulum 2013 digelar di berbagai tempat, namun hasilnya belum cukup memuaskan semua pihak. Bila anda ingin melihat dokumennya, silahkan diunduh di facebook group Ikatan Guru Indonesia (IGI).

Kurikulum 2013 ditelanjangi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sebuah perguruan tinggi bergengsi di Indonesia. Banyak pakar pendidikan bicara, dan pemerintah seperti tuli. Tak mau mendengarkan, dan terlalu memaksakan kehendaknya sendiri. Selama ini begitu banyak masukan dan pertimbangan dari para kritisi, praktisi di lapangan, kaum cendekiawan, dan akademisi menyikapi permasalahan bangsa ini, selalu saja mentok ketika berhadapan dengan politik pengambil kebijakan. Setiap solusi dan terobosan yang bisa terasa langsung di lapangan hampir tak pernah mulus terterima atau bisa diimplementasikan sesegera gagasan itu muncul.

Pemerintah terlalu yakin kurikulum 2013 adalah obat yang sangat mujarab untuk menyembuhkan penyakit pendidikan kita. Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Lalu pertanyaannya, ada apa dengan KBK?

Saran saya, karena banyaknya penolakan pemberlakuan kurikulum 2013, sebaiknya kurikulum ini ditunda dulu pelaksanaannya. Dari sisi persipannya saja, masih terlihat tergesa-gesa. Meski pemerintah selalu membanatahnya di media. Ingatlah pesan orang bijak! Sesuatu yang tergesa-gesa itu akan berdampak buruk. "al'ajalu minassyaithon", tergesa2 itu sebagian dari kebiasaan syetan. Pikirkanlah yang matang dan mari kita terima masukan dan kritikan dengan lapang dada.

Uji publik yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya dapat menjawab kegalauan para guru. Namun sayang, uji publik yang digelar itu, hanya mampu dipahami oleh pemerintah dan belum dipahami sepenuhnya oleh para guru di sekolah. Lagi-lagi guru hanya sebagai obyek penderita saja. Kapan ya guru menjadi subyek? Guru akan menjadi subjek bisa setiap saat, jika ia kreatif mengubah kurikulum di depan murid, menjadi segar dan enak untuk dilahap murid. Guru penentu di kelas, dan tentu saja tidak ada hubungannya dengan pemerintah.

Guru Harus Bersatu.

Wahai para guru, bersatulah untuk menolak kurikulum baru. Kita tolak kurikulum 2013 bukan karena kita tak ingin menjadi bangsa yang maju. Tapi kita ingin pemerintah melatih terlebih dahulu guru-guru, menjadi tenaga profesional yang mampu memperbaiki cara mengajarnya.  Guru harus berubah, tapi perubahan itu tak harus dengan mengganti kurikulum baru yang mengeluarkan biaya sampai Rp. 2, 49 Trilyun. Lebih baik uang itu digunakan untuk pelatihan dan peningkatan mutu guru di seluruh Indonesia

Dalam SMS sosialisasi kurikulum 2013 dituliskan, anggaran melekat artinya ada atau tidak ada kurikulum 2013 anggaran itu tiap tahun diusulkan dalam anggaran rutin kemendikbud. Anggaran melekat sebesar Rp. 1,74 Trilyun terdiri atas APBN kemdikbud Rp. 991,8 Miliar dan DAK sebesar Rp. 748, 5 Miliar. Anggaran langsung artinya anggaran murni yang diusulkan dan didedikasikan karena adanya kurikulum 2013.  Anggaran langsung Rp. 751, 4 Miliar untuk persiapan dokumen, penulisan dan pembuatan buku, uji publik, dan sosialisasi, pengadaan buku, dan pelatihan guru. Besarnya anggaran karena jangkauan dan jumlah sasaran yang hendak diberikan pelayanan terhadap kurikulum 2013 begitu besar.

Membaca SMS di atas itu, saya geleng-geleng kepala, dan berharap anggota DPR tak serta merta menyetujuinya. Sebab jajaran kemdikbud belum fokus terhadap dana yang ada, namun sudah membuat anggaran baru lagi yang belum jelas manfaatnya untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.

Kita tentu masih ingat buku sekolah elektronik atau BSE. Buku BSE itu sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dan pemerintah telah membeli buku itu dari penulisnya. Kitapun masih ingat bahwa ratusan buku pengayaan yang dituliskan oleh para pemenang naskah buku pengayaan kemendikbud sampai saat ini belum diterbitkan. Tak jelas kenapa belum diterbitkan. Kami yang menjadi salah satu pemenangnya jelas saja kecewa. Kini pemerintah akan membuat buku untuk mendukung kurikulum baru, bukankah ini pemborosan biaya?

Kalau mau jujur, kurikulum 2013 bukanlah jawaban dari peningkatan kinerja pendidikan melalui kurikulum, guru, dan lama tinggal di sekolah. SMS yang menyesatkan dari sosialisasi kurikulum 2013 ini jelas dibuat untuk mempengaruhi pola berpikir publik agar tidak kritis dengan kekurangan kurikulum 2013. Anggaran dana sebesar Rp. 2,49 Trilyun untuk kurikulum 2013 terdiri atas anggaran melekat dan anggaran langsung cuma akal-akalan pemerintah agar dana ini dapat dicairkan dengan dalih pendidikan kunci pembangunan.

Solusi terbaik bangsa ini adalah menolak dengan tegas kurikulum 2013. Biarkan kurikulum lama dievaluasi lebih dulu. Mari kita melihat kelemahan dan kelebihannya. Lalu kemudian lakukan uji publik. Jangan hanya sepaihak saja mengatakan bahwa kurikulum 2006 atau KTSP tidak bagus dan harus diganti. Segala sesuatu itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan penelitian yang tingkat validitasnya tak diragukan. Transparansi atau keterbukaan harus dikedepankan demi menjunjung nilai kejujuran dan sikap demokratis. Sehingga tak ada omongan lagi, "ganti menteri, ganti kurikulum."

Mari kita ucapkan "Bismillah" bersama-sama. Yakinlah dan percaya bahwa kurikulum 2013 tidak memecahkan masalah pendidikan. Tetaplah percaya bahwa perubahan itu pasti terjadi. Namun percayalah, perubahan itu bukan harus merubah kurikulum. Perubahan itu seharusnya memperbaiki cara mengajar guru agar mampu menjadi guru yang berkualitas. Guru yang mampu melakukan pembelajaran yang mengundang sehingga siswa asyik dan menyenangkan. Guru yang mampu menjadi mata air bagi peserta didiknya dari kehausan akan ilmu pengetahuan. Guruyang mampu memberikan keteladanan sehingga ikut meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didiknya. Ingatlah selalau, "Guru yang berkualitas akan melahirkan peserta didik yang berkualitas pula."

 

Salam Blogger Persahabatan

Omjay

 

http://wijayalabs.com

Baca SelengkapnyaBismillah, saya menolak Kurikulum 2013

Kamis, 14 Maret 2013

Kurikulum 2013 Ditelanjangi di ITB

Penulis : Didit Putra Erlangga Rahardjo | Rabu, 13 Maret 2013 | 19:40 WIB


Kompas/Didit Putra ErlanggaSuasana diskusi terbuka kurikulum 2013 di Balai Pertemuan Ilmiah Institut Teknologi Bandung, Rabu (13/3/2013).

BANDUNG, KOMPAS.com - Sebuah diskusi terbuka yang digelar oleh majelis guru besar Institut Teknologi Bandung khusus membahas mengenai rencana pemberlakuan kurikulum 2013 oleh pemerintah, Rabu (13/3/2013). Disana, substansi kurikulum dipaparkan untuk ditunjukkan kelemahan pada substansi, redaksional maupun filosofinya.

Diskusi berlangsung di Balai Pertemuan Ilmiah ITB, dihadiri oleh Ketua MGB ITB, Harijono Tjokronegoro, profesor emeritus Universitas Negeri Jakarta, Henry Alex Rudolf Tilaar, guru besar ilmu matematika ITB, Iwan Pranoto, serta guru besar ITB Imam Buchori Zainuddin. Diskusi dilangsungkan dalam dua sesi dengan sesi tanya jawab di antaranya.

Imam Buchori mengungkapkan bahwa kurikulum 2013 memiliki pertentangan makna, bahkan dalam penjelasannya itu sendiri. Alasan untuk mengubah kurikulum lebih didorong oleh masalah yang dihadapi generasi muda seperti perkelahian pelajar, narkoba, korupsi, maupun plagiarisme, sedangkan hal itu tidak terkait langsung dengan kurikulum.

Kompetensi yang diharapkan oleh kurikulum 2013 adalah siswa yang mampu berkomunikasi, berpikir jernih dan kritis, mempertimbangkan segi moral suatu masalah, maupun menjadi warga negara yang efektif.

"Tidak ada yang menyebut tentang pentingnya kemampuan untuk menemukan atau inovasi, kemampuan mencipta, berfikir sinergis, maupun kemampuan melihat peluang," kata Imam.

Proses pembelajaran berpusat pada peserta didik atau student centered active learning juga dikritk Imam. Meski konsep tersebut sudah benar, penjabaran selanjutnya ternyata bertolak belakang. Misalnya siswa sudah dibebani tuntutan berbagai macam kompetensi. Pemerintah yang memiliki kendali dalam menyusun dan melaksanakan kurikulum justru bertentangan dengan azas meritokrasi atau mendasarkan diri pada potensi peserta didik.

Dari segi redaksional, Imam justru menemukan banyak kejanggalan dalam logika berbahasa di dalam dokumen kurikulum. Dia menemukan kalimat mengenai pertimbangan dalam pengembangan kurikulum yakni "Perlunya merumuskan kurikulum yang dapat menunjukkan pentingnya pengetahuan dan memastikan bahwa peserta didik akan peka atas kebutuhannya untuk berpengetahuan dan pengembangannya. Untuk itu kurikulum perlu disusun dengan menggunakan pendekatan sains sebagai ciri utama proses pembelajaran dan penilaian dalam pembentukan kompetensi."

"Komentar saya, kalimatnya rasional, antisipatif, dan menginspirasi. Tapi bila didalami dalam implementasi kurikulumnya banyak yang bertentangan," kata Imam.

Terkait kompetensi inti dan kompetensi dasar, Imam banyak menemui penggabungan unsur agama dengan sains yang seharusnya tidak perlu dilakukan. Dia menyebut contoh untuk kelas X mata pelajaran Bahasa Indonesia, kompetensi intinya adalah menghayati dan mengamalkan ajaran agama yang dianutnya. Dalam kompetensi dasar poin pertama adalah mensyukuri anugerah Tuhan akan keberadaan bahasa Indonesia dan menggunakannya sesuai dengan kaidah dan konteks untuk mempersatukan bangsa.

Contoh-contoh lainnya juga diungkapkan oleh Iwan Pranoto. Dalam mata pelajaran Kimia untuk kelas X, dia mendapati kalimat penjelasan kompetensi dasar yakni "menyadari keteraturan dan kompleksitas konfigurasi elektron dalam atom sebagai wujud kebesaran Tuhan YME."

"Bila dicampur adukkan dengan Tuhan, naskah kurikulum seolah tidak bisa didebat karena nilainya menjadi suci," ujar Iwan.

Tilaar bahkan menyebut bahwa penyusunan kurikulum 2013 ternyata tidak tercantum dalam penjabaran rencana strategis pendidikan dasar 2009-2014. Untuk itu, dia meminta agar rencana pemberlakuan kurikulum ditunda dulu sampai betul-betul matang.

Baca SelengkapnyaKurikulum 2013 Ditelanjangi di ITB

Rabu, 13 Maret 2013

NU Tolak Kunjungan Komisi X DPR RI ke Turki

NU Tolak Kunjungan Komisi X DPR RI ke Turki 
Rabu, 13 Maret 2013 , 07:51:00 WIB 
Laporan: Ade Mulyana 


RMOL. Pengurus Cabang Istimewa NU di Turki mengakui hubungan Indonesia 
dan Turki dalam beberapa tahun belakangan ini meningkat baik dalam 
konteks ekonomi maupun politik. 

Namun demikian, PCI NU di negeri Ataturk itu menolak kehadiran Komisi X 
DPR RI yang tengah membahas RUU Pendidikan dan Kebudayaan. Penolakan itu 
disampaikan dalam sepucuk surat terbuka yang dialamatkan kepada Ketua 
DPR RI Marzuki Alie. 

Selain itu, PCI NU di Turki juga meminta Presiden SBY menggunakan segala 
kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki untuk menghentikan berbagai 
bentuk kunjungan dinas keluar negeri dari delegasi DPR RI maupun DPRD, 
terutama menyangkut hal-hal yang bisa diatur dan disepakati secara 
nasional tanpa perlu membuang waktu dan biaya ke luar negeri. 

"Terkait dengan Turki sendiri, posisi strategisnya tidak dapat 
dikesampingkan. Ketika beberapa negara Eropa mengalami krisis 
terus-menerus, Turki justru dapat memperlihatkan potensi ekonominya yang 
sehat. Peran penting Turki di kawasan Timur Tengah khususnya juga 
dianggap sebagai negara yang harus diperhatikan sebagai mitra kerjasama 
yang baik dalam menyelesaikan persoalan yang bersifat multilateral," 
urai Ketua Tanfidziyah, Muhammad Labib Syauqi. 

Akan tetapi, sambung dia, tidak semua hal yang berkaitan dengan kemajuan 
Turki harus dijadikan alasan anggota DPR untuk mengadakan kunjungan luar 
negeri secara resmi. [dem] 

http://www.rmol.co/read/2013/03/13/102020/NU-Tolak-Kunjungan-Komisi-X-DPR-RI-ke-Turki- 

sumber : Milis IGI (Ikatan Guru Indonesia) --> http://groups.yahoo.com/group/ikatanguruindonesia/message/65831

Baca SelengkapnyaNU Tolak Kunjungan Komisi X DPR RI ke Turki

Senin, 11 Maret 2013

Guru Mbeling

Oleh SIDHARTA SUSILA

 

 KOMPAS.com - Bagi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kurikulum 2013 sudah beres. Akan tetapi, bagi sejumlah pengamat dan kelompok peduli pendidikan, kurikulum ini masih perlu dikritisi serta disempurnakan. Beberapa di antaranya bahkan secara tegas menolak.

 

 

Siapkah para guru menerapkan kurikulum ini? Rasanya kita butuh guru-guru mbeling ketika menerapkan Kurikulum 2013.

 

Istilah mbeling yang berasal dari bahasa Jawa menyiratkan sifat nakal, suka memberontak terhadap kemapanan, dan sering kali melakukan tindakan di luar kebiasaan. Namun, mbeling berbeda dengan asal-asalan. Pada mbeling terkandung unsur kesadaran, nalar, serta tanggung jawab atas ekspresi mbelingnya. Mbeling dipilih demi memperjuangkan hal-hal yang prinsip. Pada mbeling sesungguhnya mensyaratkan kesadaran, kecerdasan, otentisitas, tanggung jawab, serta keberanian.

 

Sikap mbeling sering kali dipilih bukan demi kepentingan diri semata. Sikap mbeling sering kali justru dipilih untuk memperjuangkan dan merawat kehidupan. Karena itu, mbeling sering kali menjadi ekspresi panggilan jiwa untuk memperjuangkan prinsip dan merawat kehidupan.

 

Guru mbeling adalah guru yang sadar akan panggilan jiwanya sebagai pendidik. Guru mbeling sadar akan hal-hal yang membatasi kreativitas dan perjuangan mendidik dengan benar serta bertanggung jawab. Demi prinsip pendidikan, martabat, dan panggilan jiwanya sebagai pendidik, ia berani bersusah-susah dan memperjuangkan pembelajaran di luar kebiasaan.

 

Dunia pendidikan bertaburan guru mbeling. Dari merekalah kini kita bisa beroleh inspirasi serta terobosan-terobosan pembelajaran. Cara didik Anne Sullivan terhadap Helen Keller adalah salah satu contohnya. Kembelingan Anne Sullivan tidak hanya menyelamatkan Helen Keller. Mereka melahirkan metode pembelajaran yang mencerahkan nasib berjuta anak buta dan tuli.

 

Guru Erin Gruwell pada film Freedom Writers adalah contoh lain guru mbeling. Sikapnya yang pantang menyerah terhadap kelasnya yang urakan dan mencekam, serta pesimisme rekan guru di sekolahnya, membuat tubuhnya dilimpahi adrenalin. Ekspresi mbelingnya mewujud dalam keberanian menentukan formasi tempat duduk para muridnya, membuat dinamika kelompok untuk mencairkan ketegangan, juga kreativitasnya menuntun para murid untuk mencairkan beban hidup lewat penulisan buku harian. Buah laku mbeling Erin Gruwel adalah solidaritas dan gairah belajar para muridnya.

 

Ada juga Mr Sosaku Kobayashi, kepala sekolah Tomoe Gakuen tempat Totto-chan belajar (pada novel Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela). Sikap mbelingnya menciptakan kesempatan belajar bagi banyak anak ”aneh” yang karena ”keanehannya” tak punya tempat belajar di sekolah ”normal”. Keberanian Mr Kobayashi meramu model pembelajaran yang tidak biasa pada masa itu adalah ekspresi sikapmbelingnya yang nyata. Di Indonesia, pendidik mbeling pernah hadir pada sosok Romo Mangun dengan SD Mangunannya itu.

 

Konteks Kurikulum 2013

 

Guru mbeling nan unik lainnya adalah Wei Minzhi pada film Not One Less. Ia guru pocokan. Usianya 13 tahun. Guru Wei akhirnya mbeling karena harus mencari Zhang Huike, murid bengal yang terpaksa harus ke kota demi mencari uang untuk pengobatan ibunya. Seperti digagas Emmanuel Levinas, perlahan, tahap demi tahap, nurani guru Wei terkoyak oleh paparan duka muridnya. Koyakan nurani yang serentak menuntut tanggung jawab moral itulah yang menjadikan guru Wei mbeling.

 

Opini mengenai Kurikulum 2013 yang telah banyak dibahas di Kompas mestinya memancing sikapmbeling para guru di negeri ini. Sejumlah alasan mestinya mengoyak nurani pendidik dan serentak merasa dituntut ikut bertanggung jawab. Sebutlah, misalnya, analisis Kurikulum 2013 yang absurd, tidak menampung keinginan tahu, pembentukan sikap kritis, pendangkalan materi, kelemahan pembelajaran bahasa, hingga kurang matangnya program pelatihan (Kompas 22/2; 24/3).

 

Memang tidak mudah membuat kurikulum yang sempurna. Karena itu, seperti kata Anita Lie (26/2), hendaklah guru sadar bahwa ia harus menjadi sopir yang baik saat mengemudikan Kurikulum 2013 kelak. Hanya sopir yang baik yang dapat membawa penumpang (baca: murid) sampai di tempat yang benar dengan selamat.

 

Sesungguhnya guru yang berperan sebagai sopir yang baik bagi kurikulum yang masih ditemukan banyak kelemahan meniscayakan keberanian, kecerdasan, tanggung jawab moral, bahkan kepiawaian mengemudikan dengan cara-cara yang tidak biasa. Itu artinya, demi suksesnya Kurikulum 2013 guru negeri ini wajib mbeling.

 

Beranikah para guru kita bersikap mbeling dalam mengemudikan Kurikulum 2013? Improvisasi dan ragam pembelajaran mbeling sering kali tak mudah dilakukan di negeri ini. Salah satu hadangan berat adalah ketika pada akhirnya harus menjalani perhelatan ujian nasional. Pembelajaran mbeling, meski demi kepentingan anak didik, akhirnya menjadi pertaruhan.

 

Masih berani menjadi guru mbeling?

 

 

SIDHARTA SUSILA Pendidik: Tinggal di Muntilan, Magelang

 

sumber : http://edukasi.kompas.com/read/2013/03/07/10034510/Guru.Mbeling

Baca SelengkapnyaGuru Mbeling