Minggu, 27 Oktober 2013

MAHASISWA............ DIMANA PERAN dan POSISIMU..?

Oleh: Supriyatno

Dalam perjalanan bangsa ini lewat media kita disuguhi dinamika dan hiruk pikuk persoalan bangsa baik korupsi, politik, sosial, pendidikan, moral, dan lain-lain. Pemimpin bangsa dari level kayangan maya pada sampai level bumi kasat mata yang seyogyanya memberikan suri tauladan justru menampilkan adegan dan prilaku sera kata yang tidak sepantasnya didengungkan. Cermin itu menjadi bagian tersendiri yang menarik untuk dicermati, dikritik, dan didiskusikan. Para politikus, kritikus, dan aktor ambisius sampe akademisi prestisius pun turut serta dalam meramaikan panggung sandiwara yang penuh lipstik dan fatamorgana. Adegan Demokrat vs PPI juga layak dijadikan tontonan sekaligus hiburan akademis kenegaraan.

Pada panggung korupsi, para pegiat anti korupsi menarik napas lega dan mengapresiasi semangat Mahkamah Agung dengan putusannya baru-baru ini yang menambah hukuman koruptor pegawai pajak dari sebelumnya 3,6 tahun menjadi 10 tahun, difonisnya AS, ditahannya AM dan mungkin sebentar lagi AU. Tapi sesaat kemudian, kita dan khalayak bangsa ini sangat dikejutkan oleh tertangkapnya ketua penjaga Konstitusi Negara "Akil Mochtar" oleh KPK. Dan juga ditangkapnya penyelenggara lain dari legislatif dan eksekutif. Maka lengkaplah Trias Politika diberi panggung pelaku menjadi "Trias Koruptika". Mahkamah Konstitusi yang sempat kita banggakan di atas 3 penegak hukum yang lain telah terbawa oleh arus dan ombak Korupsi, maka sirnalah sudah harapan bangsa ini.

Dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia yang beberapa silam di Gedung Wanita Semarang, Gubernur Jateng dan kemudian diikuti oleh seluruh Bupati dan Wali Kota seluruh Jawa Tengah, menandatangani Pakta Integritas sebagai wujud komitmen terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi. Tapi ada yang selanjutnya terjadi….. adalah tak ada satupun wilayah di propinsi ini yang steril dari virus korupsi. Tak tanggung-tanggung, perilaku korupsi itu diperankan oleh aktor terkekuka di masing-masing Kabupaten/Kota, sebut saja Bupati Cilacap, Purworejo, Tegal, Batang, Kendal, Wonosobo, Sragen, Demak, Pati, Kab. Semarang, Wabup Karanganyar, Wali Kota Surakarta, Semarang, Magelang dan Salatiga. Belakangan beberapa Bupati menyusul ditetapkan sebagai tersangka. Ironis dan menyedihkan.

Lalu bagaimana Legislator…? ternyata sama dan sebangun, ikut bancakan uang rakyat. Lalu apa anti komitmen tersebut….? ternyata benar hanya panggung sandiwara yang penuh fatamorgana. Benar kata pinisepuh, kita lebih cenderung lebih menyukai bungkus daripada isi. Seremoni lebih dikedepankan ketimbang langkah nyata untuk mensejahterakan rakyat. Mengejar jabatan tapi miskin mengimplementasikan amanah. Perundang-undangan semangat diproduksi tapi lemah ditegakkan.

Komitmen adalah bahasa hati, sikap, dan ketulusan dalam menyatukan kata dan aksi. Sementara pelaku pembuat komitmen berapa pada aras pencitraan dan kepura-puraan. Ini adalah tantangan nyata para mahasiswa dan Perguruan Tinggi. Di mana Peranmu dan mana kritik cerdas obyektifmu….? Peran Perguruan Tinggi dan Mahasiswa sangat dibutuhkan tanpa terbantahkan. Sebagai lembaga ilmiah yang dari rahimnya terlahir insan-insan akademis, penuh daya dobrak moral, diharapkan tidak semata-mata meluluskan dan mewisuda tapi dituntut mampu menjadi garda terdepan terhadap pemberantasan korupsi, dan menyumbangkan solusi terhadap masalah akut bangsa ini, baik masalah kenegaraan maupun kemasyarakatan. Benar bahwa perguruan tinggi telah memberi bekal kepada mahasiswa dengan materi pendidikan pancasila, integritas, dan pendidikan anti korupsi, tapi semua itu butuh kiprah dan bukti yang nyata.

Suasana prihatin masih ditumpuki perilaku korup yang tiada henti, bahkan meregenerasi secara kultural. Dimana peran dan posisimu mahasiswa dan perguruan tinggi…? Apakah tiada waktu karena persoalan internalmu…? Ataukah jangan-jangan belum mampu mewujudkan prinsip Good Gofernance di institusimu..? Perguruang tinggi perlu kembali ke Khitoh yaitu sebagai contoh penegak kejujuran, tidak bosan menyarakan kebenaran dan keadilan.

Kita tak bisa banyak berharap pada potret yang lagi punya kuasa. Pengemban trias politika tercemar dan telah menjadi trias koruptika, sementara hanya beberapa komisioner negara yang amanah dan masih konsisten memegang teguh komitmennya. Di sinilah kita semua berharap terhadap mahasiswa dan perguruan tinggi, selain memantapkan pendidikan karakter mahasiswa, dinilai urgen turun gelanggang, bersuara lantang memberi solusi alternatif terhadap carut-marut persoalan bangsa ini.

LSM yang awalnya lantang dan disegani, kini telah mulai layu, belakangan dengan sejumlah kasusnya sehingga diplesetkan menjadi Lembaga Seminggu Modar, sudah kenyang lalu mati tak terbekas. Kira merindukan model Prof.Dr. Sukardi Ranuwiharjo, MA., rektor UGM, yang pada akhir 1970-an turun ke jalan tampil bersama mahasiswa di bunderan UGM, dan Gerakan eksponen aktifis mahasiswa 1998 se-antero tanah air yang dimotori oleh Prof.Dr. Amin Rais, MA., untuk menegakkan kejujuran, menyuarakan dengan lantang kebenaran dan keadilan, pada puncaknya tanggal 20 Mei 1998 dengan lengsernya pemimpin hanya materi, tapi beberapa puluk aktifis mahasiswa terbunuh sadis (3 mahasiswa TRI SAKSI) dan hilang diculik (kesaksian Pius Lustri Lanang).

Walau saat ini suasana telah berbeda, naun tetap dibutuhkan suara-suara kritis dan solutif di bawah panji-panji kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Dengan kejernihan konsep dan analisisnya, bergandengan tangan dengan media dan LSM yang masih Kritis dan independen diharap akan mampu memberikan out put brilian guna mengurai persoalan aktual yang sedang malanda bangsa ini. Dari rahim perguruan tinggi terkadung ribuan mahasiswa terdidik sehingga menjadi kekuatan daya dobrak yang luar biasa. Suara mahasiswa suara rakyat, suara rakyat suara Tuhan, rakyat bersatu tak bisa dikalahkan. Dengan pasukan militansinya…. kampus dan mahasiswa sangat kita nantikan peran dan kiprahnya. Demi kemajuan dan kejayaan bangsa. Hidup Mahasiswa Indonesia…!!

 

Penulis adalah Dosen STAIMA Citangkolo, Banjar.

Disampaikan pada acara Orientasi Penerimaan Anggota Baru FoMS (Forum Mahasiswa Sidareja). 

Sabtu, 26 Oktober 2013, di Desa Purwodadi, Kec. Patimuan, Kab. Cilacap.

Baca SelengkapnyaMAHASISWA............ DIMANA PERAN dan POSISIMU..?

Rabu, 08 Mei 2013

Siapa yang harus datang paling awal dan pulang paling akhir di sekolah?

 

Dalam Manajemen PendidikanManajemen SekolahOrganizational LearningPendidikan JepangSD di JepangSMA di JepangSMK JepangSMP Jepang 

di April 14, 2013 pada 1:15 pm

Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan menghadiri pertemuan MGMP IPA SMP se-Kab. Lombok Barat, dan pada kesempatan itu, saya diminta men-share informasi tentang pendidikan sains SMP di Jepang. Dalam kesempatan tersebut, salah satu cerita yang saya sampaikan adalah tentang profesionalisme guru di Jepang dalam bekerja. 

Ada satu slide yang membuat para guru tertawa, yaitu bahwa di Jepang, guru harus datang lebih awal daripada siswanya, dan pulang setelah semua siswa pulang. Lalu, kepala sekolah harus datang paling awal. Beberapa guru sambil tertawa mengatakan, benar…benar…seharusnya begitu, Bu !

Kepala sekolah di Jepang adalah orang pertama yang harus hadir di sekolah, lalu orang kedua yang harus datang atau kadang-kadang mendahului kepala sekolah adalah wakasek. Kalau di Indonesia ada 3 wakasek, maka di Jepang biasanya hanya ada satu wakasek. Di Indonesia ada satpam yang menjaga pintu sekolah, sementara di Jepang tidak ada satpam, dan yang membawa kunci sekolah adalah wakasek atau kepsek. Jadi, otomatis merekalah yang harus datang paling awal.

Mengapa, sekolah Jepang tidak menyewa satpam atau Pak Bon untuk menjaga sekolah? Semuanya tidak perlu, karena tidak ada maling sekolah. Tetapi bukan berarti semua sekolah tidak ada security-nya. Ada juga beberapa sekolah, terutama sekolah swasta yang dilengkapi dengan security, karena ada beberapa kasus penculikan anak pernah terjadi.

Lalu, apa keuntungan datang paling awal di sekolah bagi seorang kepala sekolah? Banyak sekali. Setidaknya dia dapat mengecek kondisi sekolahnya sudah siap dan aman untuk proses belajar siswa. Yang dilakukan oleh kepala sekolah ketika sampai di sekolahnya bukan mengecek tumpukan surat di mejanya, atau menandatanganinya, tetapi berkeliling dari kelas ke kelas, ruang ke ruang, hingga terperiksa semua sudut sekolah, hingga tiba saatnya berdiri di pintu gerbang, mengucapkan, “ohayou gozaimasu” (selamat pagi) kepada satu per satu guru dan anak-anak yang datang.

Lalu, siapa yang harus pulang paling akhir? Lagi-lagi kepala sekolah dan wakaseknya, sebab mereka membawa kunci :-)

Sewaktu menjadi kepala sekolah di Sekolah Bhinneka, sekolah untuk anak-anak Indonesia di Nagoya, yang kami selenggarakan bersama para mahasiswa di Gedung ECIS kampus Nagoya University, saya pun harus menjadi orang yang paling belakang pulang, sekalipun kadang-kadang bukan menjadi orang yang pertama datang, terutama jika kebetulan saya harus masuk kerja hari Sabtu, maka biasanya saya harus berlari dari tempat kerja sambilan ke stasiun supaya sempat mengejar kereta tercepat yang sampai ke kampus. Mengapa harus pulang paling belakang? Sebenarnya bisa saja saya pulang dan menitipkan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala sekolah kepada teman-teman guru lainnya. Tetapi, barangkali saya sama dengan para kepala sekolah, kami tidak dengan mudah mempercayai orang lain dan agak merasa malu membebani orang lain.

Tanggung jawab saya sebagai kepala sekolah di sekolah kecil tersebut adalah jika sudah selesai pembelajaran, maka saya harus memastikan semua kursi di tiga kelas yang kami pakai, telah tersusun rapi kembali, tidak ada coretan sedikitpun di papan tulis, tidak ada remah-remah penghapus di meja, sampah di ruangan, tidak ada barang siswa yang tertinggal, lampu dan AC atau heater telah dimatikan sebelum langkah terakhir menutup pintu kelas. Pintu kelas akan terkunci secara otomatis, sehingga jika sudah ditutup, maka kami tidak bisa membukanya dari luar. Selanjutnya yang harus saya lakukan adalah mengepel kamar mandi, mengeringkan wastafel yang basah karena dipakai berwudhu, membersihkan tissue yang berceceran di lantai toilet. Dan karena ruang kelas ada di lantai dua, dan para orang tua berkumpul di lantai satu, maka saya perlu memeriksa kebersihan toilet di dua lantai tersebut. Kalau suatu kali ada siswa yang berulang tahun,  atau ada perayaan lain, dan kami memakai aula di lantai satu, maka tugas saya bertambah yaitu mengepel lantai. Tentu saja saya tidak bekerja sendirian, tetapi beberapa orang tua siswa membantu. Namun, bagaimanapun juga, yang mengerti dan merasa paling bertanggung jawab pada tugas tersebut adalah kepala sekolah.

Pernah sekali, saya tidak bisa masuk, dan ternyata rentetan tugas yang biasa saya kerjakan, tidak ada yang menyelesaikannya. Akibatnya, ada barang tercecer, dan pernah pula kami mendapatkan teguran dari pengelola gedung karena lampu tidak dimatikan, padahal kami bersekolah hanya di hari Sabtu, sehingga lampu terus menyala di hari Minggu, dan baru dimatikan pada hari Senin. Karena keteledoran seperti itu, saya harus siap-siap menghadap kepada pimpinan gedung, dan mendengarkan pesan-pesan yang rasanya sudah saya hafal, karena seringnya saya dengar dan baca di surat perjanjian.

Demikianlah, karena tanggung jawab, kepala sekolah datang paling awal dan pulang paling belakangan. Kepala sekolah sebenarnya hanyalah pelayan para siswa dan orang tua.

Sumber : http://murniramli.wordpress.com/2013/04/14/siapa-yang-harus-datang-paling-awal-dan-pulang-paling-akhir-di-sekolah/

 

Baca SelengkapnyaSiapa yang harus datang paling awal dan pulang paling akhir di sekolah?

Kamis, 02 Mei 2013

Hardiknas Kelabu

Catatan Eko Prasetyo
bergiat di Ikatan Guru Indonesia
 
Hari ini kita memperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Hari yang diharapkan selalu gemilang oleh prestasi dan capaian-capaian positif lainnya. Namun, sulit mengatakan bahwa Hardiknas saat ini penuh kegemilangan.
 
Sebab, fakta yang ada sekarang justru membuat kita layak mengelus dada. Betapa tidak, beberapa pekan sebelum Hardiknas, kita dikejutkan oleh pelaksanaan ujian nasional (unas) yang amburadul.
 
Sebagaimana diketahui, pelaksaan unas di beberapa daerah diundur karena problem distribusi soal. Penyebabnya, soal-soal unas belum selesai dicetak. Usul yang diberikan pun sulit diterima dengan akal sehat, yakni soal unas difotokopi agar pelaksanaannya tidak mundur.
 
Di sisi lain, seperti tahun-tahun sebelumnya, unas SMA dan SMP yang telah berlangsung lalu diwarnai dengan kasus dugaan kebocoran jawaban. Perang opini pun tak terelakkan di berbagai media. Tudingan mengarah ke Kemendikbud yang dianggap gagal melaksanakan unas tahun ini.
 
Akan tetapi, yang patut dicermati adalah ”kesalehan sosial” secara mendadak yang terjadi sebelum pelaksanaan unas. Misalnya, pensil 2B yang diberi jampi-jampi agar tokcer ketika unas dan istighotsah massal. Juga acara tangis-tangisan menjelang unas. Ponari juga kebanjiran job untuk memberikan tuah ”batu saktinya” kepada para peserta unas.
 
Tak heran, desakan agar unas dihentikan pun merebak. Bahkan, Mendikbud M. Nuh dituntut bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan unas. Namun, ia menepis semua tudingan tersebut. Sebagaimana disebutkannya di media massa, unas tahun ini berlangsung baik. Meski, fakta di lapangan memberikan banyak laporan kecurangan unas.
 
Presiden SBY pun tak menampakkan sikap untuk “menjewer” Mendikbud. Artinya, sejauh ini posisi M. Nuh tampaknya masih aman.  
 
Apabila dicermati, sikap keukeuh Mendikbud yang tidak bersedia mundur –meski faktanya pelaksanaan unas telah gagal– bisa dipahami. Pasalnya, ada hajatan yang lebih besar. Yakni, kurikulum 2013 yang rencananya dihelat pada tahun ajaran baru nanti.
 
Seperti diketahui, kurikulum baru ini bisa dikatakan masih abu-abu. Belum jelas. Di tengah waktu yang sangat mepet, training bagi sekitar tiga juta guru untuk rencana pelaksanaan kurikulum baru itu juga mustahil dilakukan secara serentak dan merata.
 
Dengan kondisi yang karut-marut ini, tak heran jika suara-suara yang menentang pelaksanaan kurikulum 2013 semakin deras. Di tengah arus penolakan tersebut, Mendikbud tetap gigih. Sungguh suasana Hardiknas seperti ini sangat tidak diinginkan.
 
Kita tentu berharap agar pendidikan Indonesia semakin maju. Bukan melihat pro dan kontra yang justru berpotensi merugikan seluruh elemen pendidikan. Sebab, hal ini tentu saja bisa merugikan para guru dan anak-anak didik kita. Potret buram unas dan rencana kurikulum 2013 ini mesti segera diatasi. Kita tentu tidak berharap melihat perayaan Hardiknas seperti sekarang. Karut-marut!
 
 
Surabaya, 2 Mei 2013
Baca SelengkapnyaHardiknas Kelabu

Rabu, 01 Mei 2013

Info Untuk Anggota FoMS Mei 2013

Diberitahukan kepada seluruh Anggota FoMS, bahwa akan dilaksanakan Peringatan Isro' Mi'roj Nabi Muhammad SAW, sekaligus Perpisahan Siswa-Siswi SMK Amirul Mu'minin Sidareja dan Haul Simbah K.H. Abdullah Ihsan pada tanggal 14, 15, dan 16 Mei 2013 yang diselenggarakan oleh FoMS bekerja sama dengan SMK Amirul Mu'minin Sidareja.

Demi kelancaran serta terlaksananya kegiatan tersebut, maka seluruh Anggota FoMS diwajibkan iuran sebesar Rp 30.000,- per orang dan diserahkan kepada Ibu Siti Nurlaela, S.Ag.

Ttd.

Ketua FoMS

Baca SelengkapnyaInfo Untuk Anggota FoMS Mei 2013

Ilmuwan Indonesia yang Terlupakan

136695313146328861

Joe Hin Tjio (Sumber: Wikipedia)

 

 

Awal abad 20, tepatnya pra kemerdekaan, masyarakat keturunan Tionghoa semakin meningkat. Ini ditandai dengan semakin kuatnya eksistensi komunis di Indonesia. Masyarakat Tionghoa yang bermigrasi dari Asia sudut timur, menetap dalam tempo yang lama sehingga menjadi warga Negara Indonesia. Jadilah sampai sekarang masarakat berdarah Tionghoa menjamur di saentro NKRI. Realitas ini ternyata menghadirkan seorang tokoh dunia berdarah Tionghoa yang lahir di Indonesia bernama Joe Hin Tjio lahir di Pulau Jawa tanggal 2 November 1919 (lebih muda 18 tahun dari Bung Karno) dan meninggal tanggal 27 November 2001 di Gaithersburg, MD., Amerika Serikat.

Menapak tilas kehidupan Joe, lahir ketika zaman kependudukan penjajah Belanda. Joe merupakan Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) yang mengambil konsentrasi ilmu tentang hiibrida (pewarisan sifat). Sempat dipenjara selama tiga tahun pada zaman kependudukan penjajah Jepang. Setelah itu hijrah ke Spanyol untuk melanjutkan Studi. Dan disinilah karirnya dalam bidang sains semakin menanjak.

Setiap manusia yang mempelajari Sains di sekolah setidaknya pasti pernah mempelajari tentang genetik atau kromosom. Dan jika ditanya tentang jumlah kromosom manusia, maka setiap siswa akan serentak menjawab bahwa ada 46 jumlah kromosom dengan pola, 22pasang + XY (untuk laki-laki) dan 22 Pasang + XX (untuk susunan kromosom Perempuan). Namun tidak banyak yang tahu, ternyata dari tahun 1921 sampai 1955, semua manusia ketika itu menganggap bahwa jumlah kromosom manusia ada 46. Asumsi ini diperoleh setelah Theophilus Painter melakukan penelitian dan menlihat bahwa di dalam sel yang diteliti mengandung 48 kromosom. Apalgi setelah penelitian sebelumnya tentang sel gorilla dan simpase, ditemukan jumlah kromosom ada 48. Sehingga ini semakin menjelaskan bahwa manusia masih erat hubungannya dengan gorilla dan sinpanse dalam kelas primate. Namun setelah 32 tahun asumsi painter bertahan, pada tahun 1955, seorang Indonesia bernama Joe Hin Tjio mematahkan asumsi painter. Setelah melakukan penelitian dan ditemukan ternyata di dalam sel mengandung 46 kromosom.

Teori Painter pun patah dan ini memunculkan kesimpulan baru bahwa manusia menjadi bangsa ungka yang memiliki 46 kromosom. Teori baru yang ditetapkan dari hasil penelitian Joe dibantu Levan (seorang Swedish) bertahan sampai sekarang. Dan Joe pada saat itu sempat berujar: “Rasanya tidak ada orang yang begitu buta sehingga tidak melihat yang mereka lihat.”

Dampak dari penemuan baru Joe ini ternyata mempengaruhi pihak Vatikan. Pada tahun 1996 secara mengejutkan Paus Johanes-Paulus II, pemimpin Umat KAtolik waktu itu berpesan bahwa: “antara Kera purba dan Manusia modern terdapat suatu “diskontinuitas ontologism” -yakni suatu tahap ketika Tuhan meniupkan ruh ke dalam sosok yang semula turunan hewan. Maka kita boleh mengatakan bahwa dengan ini Gereja Katolik secara resmi mulai dapat menerima teori evolusi.”

 

Pada dasasrnya hewan ungka memiliki 48 kromosom. Namun manusia menjadi berbeda ketika jumlah kormosomnya 46 buah. Namun penelitian selanjutnya melihat bahwa ada kemiripin di satu pasang kromosom pada manusia yang cukup besar dengan dua pasang kromosom yang ada di hewan Ungka lainnya seperti Sinpanse. Dan terori baru pun menggema. Para peneliti beramsumsi bahwa telah terjadi evolusi pada kromosom. Dua pasang kromosom pada ungka berfusi dan membentuk satu pasang kromosom. Dan inilah yang dimaksud oleh Paus Johanes Paulus II dengan tiupan ruh, dua menjadi satu.

Sumber : http://sosok.kompasiana.com/2013/04/26/ilmuwan-indonesia-yang-terlupakan-550399.html

Baca SelengkapnyaIlmuwan Indonesia yang Terlupakan