Rabu, 23 Maret 2011

Malam pun Berjatuhan dalam Gelapnya Hari

terlalu berbahaya bagi mereka
hidup dalam kilauan cahaya
ketika semua yang kelak sirna
tampak begitu nyata

untuk sekejap, hutan-hutan di langit
menyanyikan keperawanannya
untuk sekejap dan sekejap saja
malam pun berjatuhan ke dalam gelapnya hari

namun dalam hujan berat itu
semoga selalu ada yang bertahan
dalam kebebasan dari suka dan derita :
air mata pun mengalir dengan tabah ;
kebahagiaan menelusuri lekukan sungai

Cipari, 26 Agustus 2008
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaMalam pun Berjatuhan dalam Gelapnya Hari

Perjumpaan Terakhir dengan Matahari

pada perjumpaaan terakhir dengan matahari
kita bercerita tentang senja
dan dari parasmu yang muram
kuterima bola-bola api
untuk kugengam di alam tak berwarna

pada perjumpaan terakhir dengan matahari
kuceritakan dongeng-dongeng
agar kau terjaga dalam mimpimu
dan kita melebur menjadi malam

ya senja, mari berpelukan dengan rembulan
sebelum kita dapati wajah pagi telanjang
terbangun dari tidur, dan kita bertemu
di hari kedua yang asing

Cigaru 2004
Baca SelengkapnyaPerjumpaan Terakhir dengan Matahari

Di Bawah Nama Duka (bagian 4)

Malam pun usai dan pagi membuka gerbang
Kusiapkan hati bagi yang menjelang
Kulihat orang dan barang
Di bawa pergi dan datang

Selamat datang bocah kecil
Selamat datang setiap manusia
Di wajah kalian aku mengenal
Raut wajahnya yang kucinta

Di setiap wajah yang lewat sesaat
Adakah yang tetap abadi
Di setiap getar yang hangat
Bagai puteri dalam hati

Seekor rajawali melintas
Dari dunia yang purba
Setiap waktu memberi batas
Bagi penantian sementara

Namun rajawaliku terus mencari
Adakah di langit suatu batas
Dan aku yang disini
Menyebutmu setiap nafas

Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaDi Bawah Nama Duka (bagian 4)

Di Bawah Nama Duka (bagian 3)

Duhai bumi di mana hatiku singgah
Duhai langit yang menaungi
Duhai setiap mawar yang merekah
Duhai oh duhai

Duhai setiap makhluk yang tercipta
Duhai, adakah yang menemui kekasihku
Duhai setiap bisikan cinta yang menggelora
Kepada-Nya antarlah do'aku

Malam ini dan setiap malam
Aku ingin bahagia bersamanya
Malam ini dan setiap malam
Aku ingin bahagia bersamanya

Karena aku akan tetap begini
Karena aku akan selalu begini
Aku akan selalu begini
Akan selalu begini

Tubuhku hilang ditelan bayang
Jiwaku menjerit dan melayang
Duhai siang yang segera menjelang
Adakah kau kembalikan hati yang hilang

Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaDi Bawah Nama Duka (bagian 3)

Di Bawah Nama Duka (bagian 2)

Bila hilang siang tibalah malam
Segalanya anugerah bagi pencinta
Dikau mengajarkan padaku arti bahagia
Ketiadaanmu mengajar kedalaman malam

Langit dan bumi mabuk oleh cinta
Bintang dan bulan pun nari-melayang
Daku teringat Adam di dunia pertama
Daku teringat surga yang hilang

Rumput bergetar bagai jemari
Gigil oleh duka dan rindu
Semakin lelah hati mencari
Di mana surga dan singgasanamu

Kuhitung ribuan bintang di sana
Kupetik bunga dari setiap rindu
Kini kutahu kerdip permata
T'lah mencuri lembut cahaya di matamu

Kugelar permadani di atas debu
Kubuka telapak tangan dan pintu setiap jiwa
Sambutlah setiap maqbul do'a
Di manapun engkau berada


Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaDi Bawah Nama Duka (bagian 2)

Di Bawah Nama Duka (bagian 1)

Di bawah malam dan gerimis
Dalam hati daku menangis
Mengenang puteri yang manis
Dalam jiwa hati teriris

Pernah kudengar angin berlagu
Desah-mendayu menyentuh kalbu
Tahun berlalu tetap daku mengenalmu
Karena dikaulah Ratu dalam hatiku

Istana hati gagah berdiri
Di atas benua hijau di bawah langit biru
Perawan suci dengarlah ini
Betapa megah cinta untukmu

Bumi tercipta bagai bahtera
Mengarung waktu dan peristiwa
Di kala engkau dan aku tercipta
Tubuh dari bumi dari Langitlah jiwa

Begitu singkat semua berlalu, dinda
Begitu sempit dunia untuk cinta
Benarkah yang di dunia mencinta
Harus mati dan kembali ke surga?

Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaDi Bawah Nama Duka (bagian 1)

Mimpi Buruk Abadi

orang-orang tersesat
dalam mimpi buruk abadi
pada tubuhnya yang membusuk
mereka tak akan bisa kembali

apa yang dialami bertahun-tahun:
udara putih di masa kanak,
nyanyian ibu di puncak malam,
bahasa burung yang suci
tak akan pernah terjadi kembali

hanya ujud baru yang mengerikan:
anak-anak menjadi dewasa
dan mengetahui ketelanjangannya
seorang perempuan
menggeliat di atas ranjangnya
menyerupai peristiwa melahirkan
duka abadi.

orang-orang tersesat
dalam mimpi buruk abadi
malam lebih nyata
ketimbang gelapnya
duka lebih agung
dari tangisannya

2006
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaMimpi Buruk Abadi

Musim Hujan Tiba Sebelum Waktunya

Tahun ini musim hujan tiba sebelum waktunya
aku kembali mendengarkan detak jam
atau gerimis yang runtuh menggenangi halaman

Seorang anak kecil dan seorang tua yang buta
lewat di antara guguran daun-daun kering
bayangannya terlihat jelas dari jendela kamarku

Seekor burung di rumahku tak lagi mau bernyanyi
ribut kelepak dalam sangkarnya yang asing--
mungkin ia tak menyukai makananku

Ada yang pelan-pelan mengetuk pintu
mungkin lelaki buta dan anak kecil itu
ketika kubuka, aku hanya mendapati diriku sendiri

Mei, 2006
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaMusim Hujan Tiba Sebelum Waktunya

Nama

ketika terbangun dari tidur
kukenakan kembali namaku
baru saja aku telah melupakannya
padahal selain nasib dan tangisan
ia adalah milikku yang pertama

kami begitu mirip
seperti saudara kembar
aku sangat mencintainya
dan dia sangat mencintaiku
tapi layaknya kekasih
seringkali kami bertengkar

seringkali aku tinggalkan ia berdiri
di tepi taman yang hujan
orang-orang menyapanya
dan mengira ia adalah diriku
di kamarku, tanpa nama
aku tertawa memikirkan hal itu

namaku hidup bersama mereka
sementara aku telah pergi darinya
ke jalan-jalan, sungai-sungai
dan menenggelamkan diri

2006-2008
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaNama

Malam Desember

udara basah
runtuh dirayap kelam
dunia beku menawarkan
duka yang menyenangkan

ada sebuah kata
yang belum mampu kau cipta
namun alam
menampakkannya padamu
dan hanya bagimu

dalam cermin kau melihat
masa kecil menatapmu:
senja berlarian
di atas bukit dan padang rumput
rautnya sama dengan rautmu
mengingatkanmu pada seseorang
yang kau tak mampu mengingatnya

kau sentuh ia, dan ia menyentuhmu
sebuah rupa daramatis
yang sepertinya jenius tak dikenal
pernah melukisnya

kau tutup cermin itu
dan ingin mengajukan pertanyaan
namun masa tua mencegahmu

2006-2008
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaMalam Desember

Surga yang Menyamar

Setiap aku mempunyai titik yang harus ditembus ketika berdiri dihadapan kau yang kucintai, begitu juga kau. Kita berdiri berhadapan, namun di dalam ruang yang berdeda. Masing masing berada di kamar kesendirian bersama selembar cermin. Kita mesti menembusnya, agar tidak menjadi laki-laki dan perempuan. Karena kita adalah jiwa dibalik setiap mawar, adalah kekuatan yang mengalirkan darah dunia, adalah kehidupan, surga, yang menyamar di dunia.

Agustus 2007
Baca SelengkapnyaSurga yang Menyamar

Hari Libur

sesuatu seperti hari libur
perahu-perahu meluncur
orang-orang berrambut angin
buah-buah limpahan
binatang-binatang berlarian
dipenuh pesona yang suram

kebohongan menjelma lelucon
dosa tampak menyenangkan
tuhan turun dalam wujud anak kecil
dan bermain-main denganku
puluhan anak kecil
ratusan anak kecil
ribuan anak kecil
kaki mereka yang mungil
masih menjejak bumi
tapi jasad mereka beterbangan
dengan sayap-sayap yang aku tahu

setiap muka memancar
seperti malam tiba
seperti bintang-bintang pagi
seperti bunga-bunga api

sesuatu seperti masa silam
ingatan berkabut
turun perlahan di lembah waktu
bunga-bunga tumbuh
bintang-bintang berlarian ke langit
tuhan terjaga
sementara terlalu lelah,
aku tidur

Desember 2006-Juni 2008
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaHari Libur

Bagaimana Mengusir Rayap-Rayap dari Meja Kerjaku

Rayap-rayap dalam diriku terus hidup dan berkembang tiap detik.
Mereka menjalari nadiku dan memakan segala yang telah kualami,
Mereka memakan segala yang menjadi milik dalam diriku.
Mereka tak bersuara. Mereka memiliki bahasa yang samar.

Aku bekerja sepanjang hari dan malam
dan segala yang kudapatkan menjadi milik mereka.
Kutemukan rayap-rayap itu dalam ujud seorang perempuan.
Mata coklatnya menunjukkan kebahagiaan.
Rambut halusnya menutupi tubuhnya.
Pada bibirnya ada senyum dari masa lalu.

Pada matahari dan senja aku melihat rayap-rayap.
Mereka merambati langit. Langit menjadi gelap.
Keluarga dan sahabatku tenggelam dalam lautan rayap.
Mimpiku yang rapuh dijalari rayap-rayap.

Aku datang pada suatu siang.
Dimana aku adalah seorang pekerja
yang mesti menghidupkan mimpi manusia.
Aku bekerja untuk manusia
dan rayap-rayap memakan tubuhku.

Prumpung, 9 Mei 200
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaBagaimana Mengusir Rayap-Rayap dari Meja Kerjaku

Ketika Aku Menjadi Elang

Sinar matahari tenggalam dalam bulu-bulu hangatku. Orang-orang
pulang ke rumah mereka. Mataku bisa melihat angin
Melintas benua kuning-menggelap

Sangkarku adalah nyanyian rapuh di udara. Guratan anak panah
seorang tak dikenal. Aku terbang meninggalkan setiap aku dan kamu
Waktu memahatku di ketinggian
angin susut

Kegetiran adalah masa lalu yang terampuni, Senja selalu usai
dan retakan malam melahirkanku kembali

Menjadi seekor elang aku kini, Dan sebelum waktu menyerapku
ke dalam debu, Seekor elang melintasi siang dan malam
mengenyahkan suka dan duka yang samar

Prumpung, 25 April 2008
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaKetika Aku Menjadi Elang

Ketika Duduk di Kereta

duduk di kereta
terbangun dari tidur

aku tak tahu ke mana
namun merasa benar:
aku dalam perjalanan pulang.

stasiun-stasiun datang dan pergi
aku tak kenal mereka
aku lupa siapa namaku

aku mengenakan seragam sekolah
berwarna hitam-hitam
buku-buku yang masih kosong
di tangan kiriku tergenggam
sebuah biola.

Oktober 2007
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaKetika Duduk di Kereta

Pohon Tidur

Bila tidur ibarat pohon
Dan akar-akarku menjalar
Apakah yang ditemukannya
Hingga bunga yang mekar
Adalah engkau

Malam menemukan
Daun-daunku menengadah
Merasakan darah
Yang masih mengalir
Ke langit yang dingin
Akar-akarku terbenam
Dalam gejolak yang tenang
Dan di kegelapan yang luas itu
Kelopakmu merekah—
Melingkar bagai semesta

Sepenuh hati aku merunduk
Mencoba mendengarkan
Kebijaksanaan
Yang lembut itu

November 2007
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaPohon Tidur

Subuh yang Lain

Di sana seseorang tengah tertidur
Di sana seberkas cahaya mungil
menemukan kebangkitan yang adalah dirinya
Serupa air, ia pernah melewati pohonan, batu dan lautan
Serupa manusia ia pernah menjadi semuanya

Di langit yang lain ia melenguh dan kekuningan
Di langit yang pertanyaan-pertanyaan telah mengabu
Subuh yang anggun menjelma ke dalam tarian
Namun sesuatu menghentikannya
Ketika seseorang menanyakan kesadarannya
Dan siang yang sibuk pun melupakannya

Di sana aku menemukan puisiku:
Ribuan gadis turun dari langit bulan juni
Dan sekuntum mawar kegaiban
Memancar dari sebuah nama
Yang aku tak kuasa memanggilnya

Juni 2008
Baca SelengkapnyaSubuh yang Lain

Si Gila pada Si Penanti

aku tahu kau merindukan
tanganku di atas tidurmu
cintaku di atas hidupmu
dan kau tahu
aku hidup di atas cintamu 
cinta telah menguasai kita
bahkan sebelum kita
mampu mengucapkannya,
jiwaku dan jiwamu punya satu sayap
dan cinta kita yang menyatu
mengepakkan sepasang sayap kita
meninggalkan sepasang jasad yang rapuh 
kau percaya
cintalah yang membawa kekasihmu
dan kesedihanmu dan kekuatanmu
membuat cinta mempercayaimu--
memilihmu jadi puterinya
di tanganku tersimpan abadi
detak jantung tidurmu
memberiku kekuatan
untuk menggoreskan nama kita
pada tiap benda
bahkan di atas otakku yang gila
bersyukurlah
pada ketidakwarasanku,
ia membawamu kemana aku pergi
untuk menyelamatkan hidupku
sebelum jasadku mengabu
ditelan bumi yang jauh
dan bila kau menemukanku
bersama hidup dan cintaku
tapi tidak bersama warasku
kau duduk bersandar kursi
mengamati dan menjagaku--
mengapa matamu basah
dan tubuhmu berguncang?

2006
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaSi Gila pada Si Penanti

Perasaan Bahagia

aku menginginkan musik malam ini
melihat gemintang mengalir tajam di langit
melihat hati tersebar di angkasa

malam ini dan seterusnya
aku menginginkan surga
memancar dari kristal mataku
ke dunia yang gelap

bintang yang sabar kau tahu kenapa
langit yang tenang kau tahu kenapa
rajawali di ketinggian kau tahu kenapa
aku menginginkan hidup lebih panjang!

aku menginginkan musik malam ini
selamanya di angkasa
menjadi galaksi, menjadi kebahagiaanmu
o jagat raya!

seketika dan seperti sungai
segalanya menjelma suara

Prumpung, Mei 2008
Alfiyan Harfi

Baca SelengkapnyaPerasaan Bahagia

Akhir Dunia

Mari berpencar dan bersembunyi
Mari, kau dan aku
Dalam setiap diri

Inilah akhir dunia
Inilah sunyi Kemenangan

Akhirnya kita melihat
Keajaiban dan kebahagiaan
Dalam akhir kitab sejarah

Kita pernah menjadi setiap manusia
Menjadi seorang bayi
Di pelukan seorang ibu
Kita pernah menjadi apa saja:

Ingatkah ketika kau menjadi bunga
Ketika aku adalah akar-akarmu
Ketika kau adalah cahaya
Yang mengarsir bayanganku
Pada setiap gerak dunia

Bumi hancur dan tiada
rumah bagi jasad yang berat
kita tercerap hati masing-masing
dan kemahalembutan dan kemahaluasan
menjadi akhir yang bahagia.

Namun dalam diriku dan dirimu
Setiap kali dunia berakhir
Ia membangun dirinya kembali

8 maret 2008
Baca SelengkapnyaAkhir Dunia

Pergilah

Pergilah dan jangan katakan di mana kau akan tinggal
Karena aku tak akan pernah mencarimu
Jangan pernah sekalipun mencoba mengingat namaku
Karena aku pun telah melupakan suaramu

Di lautan yang berbeda, kita masing-masing berlayar
dengan kapal yang digoyahkan ombak pecah.
Jangan sekalipun menyanyikan lagu cintaku
kencangkan tali biola dan patahkan lengannya.

Kini, segalanya nampak beda dari pengalamanku
Segalanya mengenakan selimut ketelanjangannya kembali:
Angin mencipta ombak, duka mencipta suara
Ketika kubawa diriku meninggalkan pulau dan tubuhku.

Juli 2006
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaPergilah

Usia 20 Tahun

Betapa indah usia dua puluh:
mencintai perempuan yang tiada,
bayang-bayang,
yang kulihat pada wajah semua orang.

Dinding hitam kamarku
ditaburi reruntuhan bintang,
Aku melihat seorang gadis
yang kutahu menyimpan wajah
di belakang rambutnya.

Aku ingin tertawa,
aku ingin tertawa
di depan semua wajah yang kukenal,
yang semuanya adalah wajahku sendiri;

seorang anak kecil
mata putih,
seorang gadis
dengan rambut menutupi seluruh wajahnya
dan seseorang dengan kulit keriput
membungkus tulang-tulangnya,
sudah pergi.

Aku ingin tertawa pada mereka
tapi mereka tak kembali

Agustus 2007
Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaUsia 20 Tahun

Bayang-Bayang Akhir Cerita

di lembar terakhir yang gelap
rambut putih muncul di antara rambutmu
dan kerut masa lalu yang bagai akar terpendam
tampak di wajahku dan wajahmu;
saat itu, kita tak lagi mengucap cinta
namun memahaminya lewat tatap mata
dan belai gemetar masa tua

saat itu kau tahu aku mencintaimu
yang tak muda lagi, tanpa hasrat dan tujuan.
mencintaimu dengan segala kecantikan
dan keagungan dalam jiwamu

lalu kau memelukku
ketika malam mengatupkan selimut daun-daunnya
dan burung hantu menyanyikan akhir yang indah
dari suatu cerita panjang yang melelahkan

Alfiyan Harfi
Baca SelengkapnyaBayang-Bayang Akhir Cerita