Menulis dan membaca sudah diajarkan sejak TK (taman kanak-kanak) atau mungkin malah sebelum TK, tetapi yang diherankan maengapa hal tersebut bellum melekat pada diri kita selama ini, mengapa hanya sekedar bisa membaca dan menulis apabila kita masih menempuh meja pendidikan dan itu pun apabila mendapat tugas dari guru atau dosen.
Banyak dari mahasiswa kita yang melakoni apabila hanya mendapat tugas daari dosennya. Mengapa hal tersebut terjadi? Apakah kedua tradisi tersebut sangat mahal harganya atau karena ada masalah pada diri kita yaitu malas? Mungkin alasan kedua yang paling dominan karena sifat malas sulit dihilangkan. Kita bisa mebuktikan sendiri, di antara mahasiswa STAIMA, berapa banyak yang pergi keperpustakaan untuk membaca, tidak ada sampai 50% mahasiswa yang ada di situ untuk membaca dan mencari pengetahuan lebih. Sangat tragis SDM kita berbanding terbalik dengan apa yang digembor-gemborkan mahasiswa, yaitu agent of change, yang mana kata tersebut maknanyab besar sekal, karena apabila mahasiswa tidak pernah membaca bagaimana bisa menjadi agen perubahan? Paling tidak, seorang mahasiswa harus bisa membaca keadaan sekelilingnya agar ia tidak dikatakan ”katro”. Apakah anda mau dikatakan seperti itu sebagai seorang mahasiswa? Tentu saja tidak!
Banyak manfaat dari tradisi membaca apabila kita melakoninya, di antaranya kita bisa menambah pengetahuan, mengerti kondisi yang sedang ada, dan masih banyak lagi. Membaca Tidak memerlukan biaya yang mahal. Apa saja bisa kita baca. Apabila anda ingin memulai tradisi membaca, bacalah tentang apa yang anda sukai, misalnya ceren, puisi, esai, koran, ataupun yang lain yang anda anggap paling menarik dulu. Anda akan lama-lama akan membaca yang tidak hanya disukai, tetapi yang lainnya juga.
Begitu pula dengan tradisi menulis, yang mana kampus kita sudah menyediakan wadah bagi mahasiswa yang senang menulis, akan tetapi hanya sedikit saja yang ada di wadah tersebut. Mahasiswa kita menulis juga karena terpaksa mendapat tugas dari dosennya. Padahal, Pramoedya Ananta Toer mengatakan “orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama di tidak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan sejarah”. Memang benar kata-kata tersebut, apabila anda ingin tetap abadi, walaupun anda sudah tidak ada, maka menulislah. Karena dengan karya anda, anda seolah-olah akan tetap hidup di dunia, disamping itu juga bermanfaat bagi orang lain.
Dari situ kita bisa melihat, bahwa tradisi menulis mahasiswa kita sangatlah kurang. Apakah hal tersebut sangatlah sulit, atau mebutuhkan banyak biaya? Tentu saja tidak! Anda juga bisa memulainya dari menulis apa yang anda sukai, mungkin itu tentang kejadian pibadi anda, mungkin juga cerpen atau esai yang disenangi. Dengan dimulai dari apa yang anda senangi, maka anda akan mudah menulis apapun. Tekunilah tradisi tersebut dengan konsisten apabila anda ingin seperti tokoh-tokoh yang terkenal seperti Imam Ghazali, Karl Mark, Abraham Maslow dan masih banyak yang lainnya. Nah, selamat mencoba!
Oleh: Akbar Bahaulloh
Tidak ada komentar:
Posting Komentar