Minggu, 27 Oktober 2013

MAHASISWA............ DIMANA PERAN dan POSISIMU..?

Oleh: Supriyatno

Dalam perjalanan bangsa ini lewat media kita disuguhi dinamika dan hiruk pikuk persoalan bangsa baik korupsi, politik, sosial, pendidikan, moral, dan lain-lain. Pemimpin bangsa dari level kayangan maya pada sampai level bumi kasat mata yang seyogyanya memberikan suri tauladan justru menampilkan adegan dan prilaku sera kata yang tidak sepantasnya didengungkan. Cermin itu menjadi bagian tersendiri yang menarik untuk dicermati, dikritik, dan didiskusikan. Para politikus, kritikus, dan aktor ambisius sampe akademisi prestisius pun turut serta dalam meramaikan panggung sandiwara yang penuh lipstik dan fatamorgana. Adegan Demokrat vs PPI juga layak dijadikan tontonan sekaligus hiburan akademis kenegaraan.

Pada panggung korupsi, para pegiat anti korupsi menarik napas lega dan mengapresiasi semangat Mahkamah Agung dengan putusannya baru-baru ini yang menambah hukuman koruptor pegawai pajak dari sebelumnya 3,6 tahun menjadi 10 tahun, difonisnya AS, ditahannya AM dan mungkin sebentar lagi AU. Tapi sesaat kemudian, kita dan khalayak bangsa ini sangat dikejutkan oleh tertangkapnya ketua penjaga Konstitusi Negara "Akil Mochtar" oleh KPK. Dan juga ditangkapnya penyelenggara lain dari legislatif dan eksekutif. Maka lengkaplah Trias Politika diberi panggung pelaku menjadi "Trias Koruptika". Mahkamah Konstitusi yang sempat kita banggakan di atas 3 penegak hukum yang lain telah terbawa oleh arus dan ombak Korupsi, maka sirnalah sudah harapan bangsa ini.

Dalam peringatan Hari Anti Korupsi Sedunia yang beberapa silam di Gedung Wanita Semarang, Gubernur Jateng dan kemudian diikuti oleh seluruh Bupati dan Wali Kota seluruh Jawa Tengah, menandatangani Pakta Integritas sebagai wujud komitmen terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi. Tapi ada yang selanjutnya terjadi….. adalah tak ada satupun wilayah di propinsi ini yang steril dari virus korupsi. Tak tanggung-tanggung, perilaku korupsi itu diperankan oleh aktor terkekuka di masing-masing Kabupaten/Kota, sebut saja Bupati Cilacap, Purworejo, Tegal, Batang, Kendal, Wonosobo, Sragen, Demak, Pati, Kab. Semarang, Wabup Karanganyar, Wali Kota Surakarta, Semarang, Magelang dan Salatiga. Belakangan beberapa Bupati menyusul ditetapkan sebagai tersangka. Ironis dan menyedihkan.

Lalu bagaimana Legislator…? ternyata sama dan sebangun, ikut bancakan uang rakyat. Lalu apa anti komitmen tersebut….? ternyata benar hanya panggung sandiwara yang penuh fatamorgana. Benar kata pinisepuh, kita lebih cenderung lebih menyukai bungkus daripada isi. Seremoni lebih dikedepankan ketimbang langkah nyata untuk mensejahterakan rakyat. Mengejar jabatan tapi miskin mengimplementasikan amanah. Perundang-undangan semangat diproduksi tapi lemah ditegakkan.

Komitmen adalah bahasa hati, sikap, dan ketulusan dalam menyatukan kata dan aksi. Sementara pelaku pembuat komitmen berapa pada aras pencitraan dan kepura-puraan. Ini adalah tantangan nyata para mahasiswa dan Perguruan Tinggi. Di mana Peranmu dan mana kritik cerdas obyektifmu….? Peran Perguruan Tinggi dan Mahasiswa sangat dibutuhkan tanpa terbantahkan. Sebagai lembaga ilmiah yang dari rahimnya terlahir insan-insan akademis, penuh daya dobrak moral, diharapkan tidak semata-mata meluluskan dan mewisuda tapi dituntut mampu menjadi garda terdepan terhadap pemberantasan korupsi, dan menyumbangkan solusi terhadap masalah akut bangsa ini, baik masalah kenegaraan maupun kemasyarakatan. Benar bahwa perguruan tinggi telah memberi bekal kepada mahasiswa dengan materi pendidikan pancasila, integritas, dan pendidikan anti korupsi, tapi semua itu butuh kiprah dan bukti yang nyata.

Suasana prihatin masih ditumpuki perilaku korup yang tiada henti, bahkan meregenerasi secara kultural. Dimana peran dan posisimu mahasiswa dan perguruan tinggi…? Apakah tiada waktu karena persoalan internalmu…? Ataukah jangan-jangan belum mampu mewujudkan prinsip Good Gofernance di institusimu..? Perguruang tinggi perlu kembali ke Khitoh yaitu sebagai contoh penegak kejujuran, tidak bosan menyarakan kebenaran dan keadilan.

Kita tak bisa banyak berharap pada potret yang lagi punya kuasa. Pengemban trias politika tercemar dan telah menjadi trias koruptika, sementara hanya beberapa komisioner negara yang amanah dan masih konsisten memegang teguh komitmennya. Di sinilah kita semua berharap terhadap mahasiswa dan perguruan tinggi, selain memantapkan pendidikan karakter mahasiswa, dinilai urgen turun gelanggang, bersuara lantang memberi solusi alternatif terhadap carut-marut persoalan bangsa ini.

LSM yang awalnya lantang dan disegani, kini telah mulai layu, belakangan dengan sejumlah kasusnya sehingga diplesetkan menjadi Lembaga Seminggu Modar, sudah kenyang lalu mati tak terbekas. Kira merindukan model Prof.Dr. Sukardi Ranuwiharjo, MA., rektor UGM, yang pada akhir 1970-an turun ke jalan tampil bersama mahasiswa di bunderan UGM, dan Gerakan eksponen aktifis mahasiswa 1998 se-antero tanah air yang dimotori oleh Prof.Dr. Amin Rais, MA., untuk menegakkan kejujuran, menyuarakan dengan lantang kebenaran dan keadilan, pada puncaknya tanggal 20 Mei 1998 dengan lengsernya pemimpin hanya materi, tapi beberapa puluk aktifis mahasiswa terbunuh sadis (3 mahasiswa TRI SAKSI) dan hilang diculik (kesaksian Pius Lustri Lanang).

Walau saat ini suasana telah berbeda, naun tetap dibutuhkan suara-suara kritis dan solutif di bawah panji-panji kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Dengan kejernihan konsep dan analisisnya, bergandengan tangan dengan media dan LSM yang masih Kritis dan independen diharap akan mampu memberikan out put brilian guna mengurai persoalan aktual yang sedang malanda bangsa ini. Dari rahim perguruan tinggi terkadung ribuan mahasiswa terdidik sehingga menjadi kekuatan daya dobrak yang luar biasa. Suara mahasiswa suara rakyat, suara rakyat suara Tuhan, rakyat bersatu tak bisa dikalahkan. Dengan pasukan militansinya…. kampus dan mahasiswa sangat kita nantikan peran dan kiprahnya. Demi kemajuan dan kejayaan bangsa. Hidup Mahasiswa Indonesia…!!

 

Penulis adalah Dosen STAIMA Citangkolo, Banjar.

Disampaikan pada acara Orientasi Penerimaan Anggota Baru FoMS (Forum Mahasiswa Sidareja). 

Sabtu, 26 Oktober 2013, di Desa Purwodadi, Kec. Patimuan, Kab. Cilacap.

Baca SelengkapnyaMAHASISWA............ DIMANA PERAN dan POSISIMU..?

Rabu, 08 Mei 2013

Siapa yang harus datang paling awal dan pulang paling akhir di sekolah?

 

Dalam Manajemen PendidikanManajemen SekolahOrganizational LearningPendidikan JepangSD di JepangSMA di JepangSMK JepangSMP Jepang 

di April 14, 2013 pada 1:15 pm

Beberapa waktu yang lalu, saya berkesempatan menghadiri pertemuan MGMP IPA SMP se-Kab. Lombok Barat, dan pada kesempatan itu, saya diminta men-share informasi tentang pendidikan sains SMP di Jepang. Dalam kesempatan tersebut, salah satu cerita yang saya sampaikan adalah tentang profesionalisme guru di Jepang dalam bekerja. 

Ada satu slide yang membuat para guru tertawa, yaitu bahwa di Jepang, guru harus datang lebih awal daripada siswanya, dan pulang setelah semua siswa pulang. Lalu, kepala sekolah harus datang paling awal. Beberapa guru sambil tertawa mengatakan, benar…benar…seharusnya begitu, Bu !

Kepala sekolah di Jepang adalah orang pertama yang harus hadir di sekolah, lalu orang kedua yang harus datang atau kadang-kadang mendahului kepala sekolah adalah wakasek. Kalau di Indonesia ada 3 wakasek, maka di Jepang biasanya hanya ada satu wakasek. Di Indonesia ada satpam yang menjaga pintu sekolah, sementara di Jepang tidak ada satpam, dan yang membawa kunci sekolah adalah wakasek atau kepsek. Jadi, otomatis merekalah yang harus datang paling awal.

Mengapa, sekolah Jepang tidak menyewa satpam atau Pak Bon untuk menjaga sekolah? Semuanya tidak perlu, karena tidak ada maling sekolah. Tetapi bukan berarti semua sekolah tidak ada security-nya. Ada juga beberapa sekolah, terutama sekolah swasta yang dilengkapi dengan security, karena ada beberapa kasus penculikan anak pernah terjadi.

Lalu, apa keuntungan datang paling awal di sekolah bagi seorang kepala sekolah? Banyak sekali. Setidaknya dia dapat mengecek kondisi sekolahnya sudah siap dan aman untuk proses belajar siswa. Yang dilakukan oleh kepala sekolah ketika sampai di sekolahnya bukan mengecek tumpukan surat di mejanya, atau menandatanganinya, tetapi berkeliling dari kelas ke kelas, ruang ke ruang, hingga terperiksa semua sudut sekolah, hingga tiba saatnya berdiri di pintu gerbang, mengucapkan, “ohayou gozaimasu” (selamat pagi) kepada satu per satu guru dan anak-anak yang datang.

Lalu, siapa yang harus pulang paling akhir? Lagi-lagi kepala sekolah dan wakaseknya, sebab mereka membawa kunci :-)

Sewaktu menjadi kepala sekolah di Sekolah Bhinneka, sekolah untuk anak-anak Indonesia di Nagoya, yang kami selenggarakan bersama para mahasiswa di Gedung ECIS kampus Nagoya University, saya pun harus menjadi orang yang paling belakang pulang, sekalipun kadang-kadang bukan menjadi orang yang pertama datang, terutama jika kebetulan saya harus masuk kerja hari Sabtu, maka biasanya saya harus berlari dari tempat kerja sambilan ke stasiun supaya sempat mengejar kereta tercepat yang sampai ke kampus. Mengapa harus pulang paling belakang? Sebenarnya bisa saja saya pulang dan menitipkan tugas dan tanggung jawab sebagai kepala sekolah kepada teman-teman guru lainnya. Tetapi, barangkali saya sama dengan para kepala sekolah, kami tidak dengan mudah mempercayai orang lain dan agak merasa malu membebani orang lain.

Tanggung jawab saya sebagai kepala sekolah di sekolah kecil tersebut adalah jika sudah selesai pembelajaran, maka saya harus memastikan semua kursi di tiga kelas yang kami pakai, telah tersusun rapi kembali, tidak ada coretan sedikitpun di papan tulis, tidak ada remah-remah penghapus di meja, sampah di ruangan, tidak ada barang siswa yang tertinggal, lampu dan AC atau heater telah dimatikan sebelum langkah terakhir menutup pintu kelas. Pintu kelas akan terkunci secara otomatis, sehingga jika sudah ditutup, maka kami tidak bisa membukanya dari luar. Selanjutnya yang harus saya lakukan adalah mengepel kamar mandi, mengeringkan wastafel yang basah karena dipakai berwudhu, membersihkan tissue yang berceceran di lantai toilet. Dan karena ruang kelas ada di lantai dua, dan para orang tua berkumpul di lantai satu, maka saya perlu memeriksa kebersihan toilet di dua lantai tersebut. Kalau suatu kali ada siswa yang berulang tahun,  atau ada perayaan lain, dan kami memakai aula di lantai satu, maka tugas saya bertambah yaitu mengepel lantai. Tentu saja saya tidak bekerja sendirian, tetapi beberapa orang tua siswa membantu. Namun, bagaimanapun juga, yang mengerti dan merasa paling bertanggung jawab pada tugas tersebut adalah kepala sekolah.

Pernah sekali, saya tidak bisa masuk, dan ternyata rentetan tugas yang biasa saya kerjakan, tidak ada yang menyelesaikannya. Akibatnya, ada barang tercecer, dan pernah pula kami mendapatkan teguran dari pengelola gedung karena lampu tidak dimatikan, padahal kami bersekolah hanya di hari Sabtu, sehingga lampu terus menyala di hari Minggu, dan baru dimatikan pada hari Senin. Karena keteledoran seperti itu, saya harus siap-siap menghadap kepada pimpinan gedung, dan mendengarkan pesan-pesan yang rasanya sudah saya hafal, karena seringnya saya dengar dan baca di surat perjanjian.

Demikianlah, karena tanggung jawab, kepala sekolah datang paling awal dan pulang paling belakangan. Kepala sekolah sebenarnya hanyalah pelayan para siswa dan orang tua.

Sumber : http://murniramli.wordpress.com/2013/04/14/siapa-yang-harus-datang-paling-awal-dan-pulang-paling-akhir-di-sekolah/

 

Baca SelengkapnyaSiapa yang harus datang paling awal dan pulang paling akhir di sekolah?

Kamis, 02 Mei 2013

Hardiknas Kelabu

Catatan Eko Prasetyo
bergiat di Ikatan Guru Indonesia
 
Hari ini kita memperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Hari yang diharapkan selalu gemilang oleh prestasi dan capaian-capaian positif lainnya. Namun, sulit mengatakan bahwa Hardiknas saat ini penuh kegemilangan.
 
Sebab, fakta yang ada sekarang justru membuat kita layak mengelus dada. Betapa tidak, beberapa pekan sebelum Hardiknas, kita dikejutkan oleh pelaksanaan ujian nasional (unas) yang amburadul.
 
Sebagaimana diketahui, pelaksaan unas di beberapa daerah diundur karena problem distribusi soal. Penyebabnya, soal-soal unas belum selesai dicetak. Usul yang diberikan pun sulit diterima dengan akal sehat, yakni soal unas difotokopi agar pelaksanaannya tidak mundur.
 
Di sisi lain, seperti tahun-tahun sebelumnya, unas SMA dan SMP yang telah berlangsung lalu diwarnai dengan kasus dugaan kebocoran jawaban. Perang opini pun tak terelakkan di berbagai media. Tudingan mengarah ke Kemendikbud yang dianggap gagal melaksanakan unas tahun ini.
 
Akan tetapi, yang patut dicermati adalah ”kesalehan sosial” secara mendadak yang terjadi sebelum pelaksanaan unas. Misalnya, pensil 2B yang diberi jampi-jampi agar tokcer ketika unas dan istighotsah massal. Juga acara tangis-tangisan menjelang unas. Ponari juga kebanjiran job untuk memberikan tuah ”batu saktinya” kepada para peserta unas.
 
Tak heran, desakan agar unas dihentikan pun merebak. Bahkan, Mendikbud M. Nuh dituntut bertanggung jawab atas kegagalan pelaksanaan unas. Namun, ia menepis semua tudingan tersebut. Sebagaimana disebutkannya di media massa, unas tahun ini berlangsung baik. Meski, fakta di lapangan memberikan banyak laporan kecurangan unas.
 
Presiden SBY pun tak menampakkan sikap untuk “menjewer” Mendikbud. Artinya, sejauh ini posisi M. Nuh tampaknya masih aman.  
 
Apabila dicermati, sikap keukeuh Mendikbud yang tidak bersedia mundur –meski faktanya pelaksanaan unas telah gagal– bisa dipahami. Pasalnya, ada hajatan yang lebih besar. Yakni, kurikulum 2013 yang rencananya dihelat pada tahun ajaran baru nanti.
 
Seperti diketahui, kurikulum baru ini bisa dikatakan masih abu-abu. Belum jelas. Di tengah waktu yang sangat mepet, training bagi sekitar tiga juta guru untuk rencana pelaksanaan kurikulum baru itu juga mustahil dilakukan secara serentak dan merata.
 
Dengan kondisi yang karut-marut ini, tak heran jika suara-suara yang menentang pelaksanaan kurikulum 2013 semakin deras. Di tengah arus penolakan tersebut, Mendikbud tetap gigih. Sungguh suasana Hardiknas seperti ini sangat tidak diinginkan.
 
Kita tentu berharap agar pendidikan Indonesia semakin maju. Bukan melihat pro dan kontra yang justru berpotensi merugikan seluruh elemen pendidikan. Sebab, hal ini tentu saja bisa merugikan para guru dan anak-anak didik kita. Potret buram unas dan rencana kurikulum 2013 ini mesti segera diatasi. Kita tentu tidak berharap melihat perayaan Hardiknas seperti sekarang. Karut-marut!
 
 
Surabaya, 2 Mei 2013
Baca SelengkapnyaHardiknas Kelabu

Rabu, 01 Mei 2013

Info Untuk Anggota FoMS Mei 2013

Diberitahukan kepada seluruh Anggota FoMS, bahwa akan dilaksanakan Peringatan Isro' Mi'roj Nabi Muhammad SAW, sekaligus Perpisahan Siswa-Siswi SMK Amirul Mu'minin Sidareja dan Haul Simbah K.H. Abdullah Ihsan pada tanggal 14, 15, dan 16 Mei 2013 yang diselenggarakan oleh FoMS bekerja sama dengan SMK Amirul Mu'minin Sidareja.

Demi kelancaran serta terlaksananya kegiatan tersebut, maka seluruh Anggota FoMS diwajibkan iuran sebesar Rp 30.000,- per orang dan diserahkan kepada Ibu Siti Nurlaela, S.Ag.

Ttd.

Ketua FoMS

Baca SelengkapnyaInfo Untuk Anggota FoMS Mei 2013

Ilmuwan Indonesia yang Terlupakan

136695313146328861

Joe Hin Tjio (Sumber: Wikipedia)

 

 

Awal abad 20, tepatnya pra kemerdekaan, masyarakat keturunan Tionghoa semakin meningkat. Ini ditandai dengan semakin kuatnya eksistensi komunis di Indonesia. Masyarakat Tionghoa yang bermigrasi dari Asia sudut timur, menetap dalam tempo yang lama sehingga menjadi warga Negara Indonesia. Jadilah sampai sekarang masarakat berdarah Tionghoa menjamur di saentro NKRI. Realitas ini ternyata menghadirkan seorang tokoh dunia berdarah Tionghoa yang lahir di Indonesia bernama Joe Hin Tjio lahir di Pulau Jawa tanggal 2 November 1919 (lebih muda 18 tahun dari Bung Karno) dan meninggal tanggal 27 November 2001 di Gaithersburg, MD., Amerika Serikat.

Menapak tilas kehidupan Joe, lahir ketika zaman kependudukan penjajah Belanda. Joe merupakan Alumni Institut Pertanian Bogor (IPB) yang mengambil konsentrasi ilmu tentang hiibrida (pewarisan sifat). Sempat dipenjara selama tiga tahun pada zaman kependudukan penjajah Jepang. Setelah itu hijrah ke Spanyol untuk melanjutkan Studi. Dan disinilah karirnya dalam bidang sains semakin menanjak.

Setiap manusia yang mempelajari Sains di sekolah setidaknya pasti pernah mempelajari tentang genetik atau kromosom. Dan jika ditanya tentang jumlah kromosom manusia, maka setiap siswa akan serentak menjawab bahwa ada 46 jumlah kromosom dengan pola, 22pasang + XY (untuk laki-laki) dan 22 Pasang + XX (untuk susunan kromosom Perempuan). Namun tidak banyak yang tahu, ternyata dari tahun 1921 sampai 1955, semua manusia ketika itu menganggap bahwa jumlah kromosom manusia ada 46. Asumsi ini diperoleh setelah Theophilus Painter melakukan penelitian dan menlihat bahwa di dalam sel yang diteliti mengandung 48 kromosom. Apalgi setelah penelitian sebelumnya tentang sel gorilla dan simpase, ditemukan jumlah kromosom ada 48. Sehingga ini semakin menjelaskan bahwa manusia masih erat hubungannya dengan gorilla dan sinpanse dalam kelas primate. Namun setelah 32 tahun asumsi painter bertahan, pada tahun 1955, seorang Indonesia bernama Joe Hin Tjio mematahkan asumsi painter. Setelah melakukan penelitian dan ditemukan ternyata di dalam sel mengandung 46 kromosom.

Teori Painter pun patah dan ini memunculkan kesimpulan baru bahwa manusia menjadi bangsa ungka yang memiliki 46 kromosom. Teori baru yang ditetapkan dari hasil penelitian Joe dibantu Levan (seorang Swedish) bertahan sampai sekarang. Dan Joe pada saat itu sempat berujar: “Rasanya tidak ada orang yang begitu buta sehingga tidak melihat yang mereka lihat.”

Dampak dari penemuan baru Joe ini ternyata mempengaruhi pihak Vatikan. Pada tahun 1996 secara mengejutkan Paus Johanes-Paulus II, pemimpin Umat KAtolik waktu itu berpesan bahwa: “antara Kera purba dan Manusia modern terdapat suatu “diskontinuitas ontologism” -yakni suatu tahap ketika Tuhan meniupkan ruh ke dalam sosok yang semula turunan hewan. Maka kita boleh mengatakan bahwa dengan ini Gereja Katolik secara resmi mulai dapat menerima teori evolusi.”

 

Pada dasasrnya hewan ungka memiliki 48 kromosom. Namun manusia menjadi berbeda ketika jumlah kormosomnya 46 buah. Namun penelitian selanjutnya melihat bahwa ada kemiripin di satu pasang kromosom pada manusia yang cukup besar dengan dua pasang kromosom yang ada di hewan Ungka lainnya seperti Sinpanse. Dan terori baru pun menggema. Para peneliti beramsumsi bahwa telah terjadi evolusi pada kromosom. Dua pasang kromosom pada ungka berfusi dan membentuk satu pasang kromosom. Dan inilah yang dimaksud oleh Paus Johanes Paulus II dengan tiupan ruh, dua menjadi satu.

Sumber : http://sosok.kompasiana.com/2013/04/26/ilmuwan-indonesia-yang-terlupakan-550399.html

Baca SelengkapnyaIlmuwan Indonesia yang Terlupakan

Minggu, 28 April 2013

Dari Balik Balkon Rakyat

oleh Ifa H. Misbach (Catatan) pada 28 April 2013 pukul 18:36

Reportase kali ini bukan bahasa media, ini bahasa ala diriku saja sebagai rakyat yang terserang gelisah.

Pada Jumat, 26 April 2013 jam 14.45 s.d. 21.00 wib, saya dengan bu Retno dan beberapa kawan dari aliansi revolusi pendidikan, serta beberapa guru FSGI berkesempatan mengikuti jalannya raker antara Mendikbud dan Komisi X DPR RI membahas kacaunya penyelanggaraan UN 2013.

Setelah raker di buka oleh Ketua Komisi X (Partai Demokrat), kemudian Medikbud dipersilahkan menjelaskan “duduk persoalan” kacau balaunya UN. Mendikbud didampingi jajarannya secara lengkap, yang bu Retno hitung jumlahnya mencapai 31 orang. Selain seluruh eselon 1, Mendikbud juga didamping BSNP dan beberapa rektor.

Setelah Mendikbud selesai menjelaskan, dilanjutkan dengan para anggota komisi X bergantian berbicara. Dalam rapat kerja tersebut, komisi X DPR mendesak Kemendikbud untuk mengevaluasi seluruh proses penyelenggaraan ujian nasional mulai dari tujuan hingga prosedur teknis pelaksanaan.

Mayoritas anggota komisi X menyorot tajam kinerja Mendikbud dan jajarannya.
Selama saya menyimak rapat dengar pendapat antara jajaran kemendikbud dengan anggota komisi X, saya harus memberikan apresiasi kepada kegigihan setiap anggota komisi X yang sudah menyerang kemendikbud dari segala sisi, dari mulai: 

  • Aspek2 hukum penyelenggaraan UN yang terlanggar. Jika pemerintah tetap menggunakan hasil UN diijadikan penentu kelulusan dan tiket masuk PTN maka kemendikbud akan digugat secara hukum karena UN tidak akuntabel dan tidak profesional serta melanggar rasa keadilan masyarakat.
  • Cacatnya pelaksanaan teknis operasional yang berdampak pada hasil validitas yang meragukan.
  • Mendesak kemendikbud mengambil langkah pertanggungjawaban moral untuk menyatakan bahwa hasil UN 2013 tidak sah secara hukum untuk dijadikan tiket masuk ke PTN.
  • Mendesak ke depannya UN dilakukan secara rayonisasi/per-wilayah agar lebih efisien. Karena faktanya UN sangat menghamburkan biaya negara. Dari mulai pengerahan awak Kepolisian, TNI AD, AU, AL dikerahkan. Biaya darimana menggunakan pesawat Foker, Boeing 737, dll.
  • Keluhan banyak sekolah mengeluarkan biaya fotokopi+bayar pengawas lebih dari 50 juta/sekolah. Sedangkan dana dari kemendikbud hanya 9 juta per sekolah
  • Azas keadilan yang terlanggar pada 11 provinsi.
  • Pengabaian dan kelalaian kemendikbud terhadap dampak psikologis jutaan siswa yang dibiarkan menunggu berhari-hari menunggu tanpa kepastian. Bahkan kemendikbud memaksakan 1 sekolah melakukan UN pada jam 6 sore (secara psikologis itu jam penurunan konsentrasi terendah).
  • Mendesak pak Nuh mengambil sikap mundur sebagai pertanggungjawaban moral tanpa disuruh SBY
  • Mendesak pak Nuh mengambil momentum mengevaluasi total kinerja struktur organisasi kemendikbud dan BNSP.
  • Pengaduan bentuk kecurangan yang dilaporkan masyarakat tidak pernah ditindaklanjuti secara tegas oleh kemendikbud.
  • Mempertanyakan mengapa 8 standar sebagai putusan MA yang ada di PP 19 tidak dipenuhi terlebih dulu.
  • Mempertanyakan kenapa PT Galia Printing terpilih sbg pemenang tender yang jelas2 bukan perusahaan yang memiliki security printing.
  • Ketidakadilan bagi siswa-siswa di pelosok misalnya NTT dan Papua yang tidak pernah mengenal objek-objek yang ada dalam soal-soal UN, tetapi objek2 itu familiar buat anak-anak di pulau Jawa.
  • Kualitas lembar jawaban di bawah 70 gram (para anggota dewan menebak mungkin kelas kertas 60 gr, atau semacam kertas singkong) yang anggota dewan mencoba langsung jika menghapus sobek atau jawabannya blobor kemana2 sulit dibaca. 
  • Bagaimana dengan soal yang tertukar antara 1 mata pelajaran dengan pelajaran lain/soal kurang/soal ditokopi, bahkan ada 1 sekolah yang di pelosok tidak punya mesin fotokopi sehingga 1 soal digilir untuk 25 siswa dalam 1 kelas. Dan itu merepotkan pengawas yang memindahkan jawaban ke lembar jawaban resmi.
  • Mendesak fungsi UN hanya sebagai fungsi pemetaan, bukan penentu kelulusan siswa. Oleh karena itu, kembalikan hak guru dan satuan pendidikan yang berhak untuk melakukan penilaian pada siswa berdasarkan UU Sisdiknas, bukan oleh pihak pemerintah yang tidak tahu perilaku siswa sehari2 di kelas.
  • Sikap pak Nuh yang menyakiti hati jutaan rakyat Indonesia yang sedang galau dengan kekacauan UN, malah melakukan lelucon tidak lucu berjalan mundur sambil cengengesan di depan media.
  • Yang LUPUT ditanyakan anggota komisi X adalah: kalo ya UN buat pemetaan mana hasil petanya dari thn 2004 sampai 2012? Itu tidak ada satu pun yang menanyakan.


Respon dari kemendikbud (tidak dijawab semua) : 

  • Intinya para rektor yang dibawa pak Nuh menyampaikan bahwa hasil validitas tidak ada masalah karena sudah dilakukan manual meskipun kualitas kertas jawaban yang sulit dibaca/mudah sobek, karena mereka melakukan manual.
  • Rektor ITB yang diharapkan bersikap tegas, hanya menjelaskan teknis hasil UN dan komposisi nilai raport untuk masuk jalur SMPTN
  • Menyatakan pada anggota komisi X bahwa hasil kelulusan UN akan tepat waktu karena mereka bekerja 24 jam
  • pak Nuh bilang tidak bisa memutuskan bahwa hasil UN 2013 tidak sah, karena toh di 22 provinsi baek2 saja (hiks,...kita harus berjuang keras).
  • Pak Nuh menanggapi langkah mundur adalah yang berhak mencopot dirinya dalam jabatan mendikbud adalah presiden. (ini...sinyal pak Nuh tidak akan mengambil langkah mundur layaknya para pejabat Jepang yang malu secara moral jika melakukan kesalahan pada rakyat)


Intinya jawaban jajaran pak Nuh tidak menyakinkan dan terbata-bata, sehingga itu yang dipertanyakan sejumlah anggota komisi X, kok para profesor yang dibawa pak Nuh seperti tidak memahami dan ga pernah melakukan penelitian terstandar yang memahami validitas, sepertinya para profesor ini baek-baek saja padahal sudah tau administrasi pengukuran yang prosedurnya tidak sama akan menghasilkan bias yang besar dan itu tidak adil bagi kondisi jutaan siswa yang tidak sama. Makanya keluar perkataan seorang anggota komisi X mengapa para profesor ini tidak ada yang melakukan PEMBERONTAKAN INTELEKTUAL dan masih pasang badan utk UN?

Saya yakin para rektor dan profesor lainnya di luar yang dibawa pak Nuh, pasti akan gerah melihat koleganya seperti badut-badut intelektual yang TIDAK berani mengkritisi pak Nuh dan tidak berani menolak hasil UN yang sudah cacat dari segala aspek. Karena apa yang disampaikan rektor2 yang dibawa pak Nuh sangat menyedihkan. Malu rasanya sebagai orang akademisi menyaksikan argumen mereka yang lemah dan malah balik ditertawakan oleh para anggota komisi X lainya. Perlu ada gerakan para rektor dan profesor untuk membersihkan kredibilitas para rektor lainnya di luar yang dibawa pak Nuh jumat kemarin, karena saya masih yakin bahwa masih banyak para profesor dan rektor yang masih 'waras' dan lebih banyak lagi yang memiliki pemikiran inteletual yang berbobot.

Sejumlah kawan lain skeptis dengan sikap komisi X, apakah mereka memang sedang benar-benar berjuang untuk kepentingan rakyat atau hanya untuk menaikan nilai tawar mereka? 

Tetapi apa yang mata saya lihat adalah 100% sikap anggota komisi X seluruhnya menentang hasil UN tanpa kecuali. Yang berbeda hanya derajat kegalakannya saja dari yang sangat galak sampai satu bapak anggota dewan yang paling lembut berpantun mengutip petuah nasihat bijak Semar "ora rumaso biso" untuk menyindir pak Nuh. Seorang ibu anggota dewan yang diberikan kesempatan pertama menyampaikan pendapat menyampaikan pendapat dengan gayanya sangat unik karena mengkombinasikan rasa sayang ibu, kemarahan masyarakat, dan usulan konkrit ke depan agar UN dilakukan sistem rayonisasi.

Saya tidak tahu apakah kesamaan sikap ini karena semua anggota komisi X sudah menyaksikan sendiri kekacauan UN dan sebagian besar mereka turun berkeliling ke daerah-daerah. Jadi mereka mendengarkan keluhan langsung para siswa, guru, pengawas dan para kepala daerah.

Tapi saya bisa paham sikap skeptis kawan-kawan saya yang lain yang pernah bertemu langsung dengan komisi X, karena mereka kan para politisi. Who knows? di balik kegarangan mereka.

Saya bener2 migrain semaleman pulang dari DPR, gemas, sedih melihat badut2 akademisi intelektual ini, rasanya campur aduk, biarin deh disebut lebay juga. Rasanya pengen treak di kuping pak Nuh bahwa keberhasilan sistem pendidikan kita hanya mampu menghasilkan kebanyakan akademisi (yang mungkin pintar) tetapi tidak memiliki keberanian menyatakan TIDAK terhadap kemungkaran yang sudah jelas ada bukti dan fakta di depan mata.

Tapi saya masih berusaha menyisakan ruang 'hope' di kepala saya, karena saya selalu yakin kelak anak-anak generasi penerus kita akan mencatat apa yang kita perjuangkan tidak akan berakhir sia-sia meskipun resultnya ga bisa langsung instant seperti yang kita harapkan. Karena momentum pergerakan pelajar yang marah dengan UN juga sudah bergerak menggalang aksi untuk hari pendidikan 2 Mei, akan bergabung dengan guru dan buruh. Kita tidak tahu manakala Tuhan membuka momentum perubahan dengan cepat. Yang saya tahu Tuhan hanya akan mengubah nasib suatu kaum jika kaum itu sendiri yang merubah nasib dengan tangannya sendiri. Dan perubahan itu ada pada keberanian SELURUH guru di tanah air. Saat ini yang hanya berani adalah segelintir guru saja yang saling menguatkan karena kurangnya dukungan dari rekan-rekannya sendiri. 

Saya bukan guru. Saya hanyalah orang yang tersentuh nurani dengan keberanian dan kegigihan dari rekan-rekan guru pemberani yang masih segelintir jumlahnya. 

Selamat Menyambut Hari Pendidikan Nasional Untuk Para Sahabat Guru Tercinta.

Jangan pernah mengutuk kegelapan meskipun jalan mewujudkan sistem pendidikan yang adil penuh jalan terjal.

Jangan menyerah untuk ditindas. 

-Catatan kegelisahan di balik balkon rakyat-
Jumat, 29 April 2013

Sumber : https://www.facebook.com/groups/igipusat/permalink/10152348099131393/

Baca SelengkapnyaDari Balik Balkon Rakyat

Unas Dikebiri Guru Sendiri

Catatan Eko Prasetyo

penulis buku Apa Yang Berbeda dari Guru Hebat

 

Mengejutkan. Betapa tidak, saya mendapat laporan dari istri soal penyimpangan saat pelaksanaan ujian nasional (unas) SMP pekan lalu. Ia menuturkan pengalaman rekannya saat berkunjung ke dinas pendidikan setempat. Sang rekan membaca laporan adanya dugaan kecurangan unas SMP.

Di sebuah SMP negeri di kota saya tersebut, ada kejanggalan yang ditemukan oleh pengawas ruang ujian. Sang pengawas mendapati kejanggalan dalam daftar hadir peserta unas. Di balik daftar hadir itu, ternyata ada bocoran jawaban soal unas. Busyet! 

Kontan, petugas pengawas yang merupakan kolega istri saya tadi mengambil lembar bocoran jawaban unas yang berada di balik daftar hadir tersebut. Sebagian guru SMP itu menunjukkan raut muka kecewa. Mereka tidak puas dengan tindakan tegas si pengawas.

Hal ini kemudian dilaporkan ke dinas pendidikan setempat. Yang menyedihkan, saya mendapat kabar bahwa guru-guru SMP tersebut sampai murka. Mereka tak sudi lagi ada pengawas yang dinilai sok suci dan sok pahlawan seperti itu. Mereka bahkan menyebutkan nama beberapa sekolah yang tidak akan mereka terima gurunya sebagai pengawas pada unas-unas mendatang. Gila! Sungguh gila!

Nama kolega istri itu ada pada saya. Termasuk nama sekolah yang mengirimkan pengawas tegas tadi. Ini pengalaman yang amat menyedihkan. Unas berkali-kali dikebiri oleh para pendidiknya, namun penguasa (baca: Kemendikbud) justru menampik hal itu di berbagai media. Alasannya, belum ada laporan resmi soal dugaan kecurangan unas. Sangat mengherankan.

Tentu saja ini bukan pengalaman pertama bagi saya soal kasus pengebirian kejujuran ketika pelaksanaan unas. Saya pernah mewawancarai salah satu guru asal sebuah kota di Jawa Barat dan ini terdokumentasi dalam salah satu buku saya. Ia dimusuhi kepala sekolah dan para rekannya karena tidak mau berkompromi membocorkan unas. Guru sok suci adalah julukan yang dihadiahkan kepadanya oleh mereka.

Tentu saja segala olok-olokan -yang sebenarnya lebih pantas diberikan untuk para pelacur di dunia pendidikan itu- sangat menyakitkan. Guru senior ini nyaris depresi. Batinnya tercabik-cabik. Ia yang sering menyuarakan pentingnya kejujuran justru menjadi pesakitan karena berbuat jujur.

Ujian nasional benar-benar horor. Bukan hanya bagi siswa, tapi juga pendidik yang teguh memegang kejujuran. Sedemikian horornya, kita bakal mudah menemui orang-orang yang berubah menjadi sangat alim menjelang perhelatan akbar unas. Misalnya, ikut istighotsah padahal salat wajib bisa jadi masih bolong-bolong. Yang lebih parah: pensil 2B dicelupkan ke air Ponari supaya lebih jos saat ikut unas. Lha mana bisa kalau si murid tidak sinau alias belajar keras? Akal sehat mendadak hilang ketika unas.

 

 

Kota Delta, 27 April 2013

 

Sumber : http://mustprast.wordpress.com/2013/04/27/unas-dikebiri-guru-sendiri/

Baca SelengkapnyaUnas Dikebiri Guru Sendiri

Jumat, 26 April 2013

[ANTOLOGI PUISI] Untuk Yang Mati dan Yang Tak Bisa Mati

Tlatjapan Poetry Forum (TPF) alias Forum Puisi Cilacap, menghadirkan kembali sebuah kejutan, sebuah persembahkan untuk umat manusia, sebuah kesederhanaan dan kedalaman liris, puisi-puisi karya Alfiyan Harfi. 

"kecenderungan yang intens dan kontemplatif, dengan nuansa magis dan romantis yang jernih seperti tatapan bocah. ...mengajak Anda sekalian merasakan sepercik wajah keabadian di tengah kesementaraan hidup ini, melalui puisi-puisi yang anggun, sederhana, dan menyentuh." (faisal kamandobat) 

Sampul Antologi Puisi : Untuk Yang Mati dan Yang Tak Bisa Mati

Puisi-puisi Alfiyan Harfi dalam kumpulan ini penuh dengan metafora yang mengejutkan, yang mengimplikasikan ketegangan-ketegangan yang ada dalam hubungan antara manusia maupun antara manusia sebagai mahluk yang fana dengan Kau sebagai Yang Abadi. Secara keseluruhan, pusi ini bercerita tentang menyatunya yang imanen dan transenden sehingga bisa dikatakan bahwa puisi ini bertema mistisme. (Prof. Dr. Faruk, Guru Besar Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)

Kesadaran akan yang fana, memunculkan bayangan pada yang abadi; kesadaran pada yang kekal menyadarkan pada yang sementara; demikian kiranya, Yang Mati dan Yang Tak Bisa Mati berkisar di antara kita. (Raudal Tanjung Banua,Koordinator Komunitas Rumahlebah Yogyakarta)

-----

UNTUK YANG MATI DAN YANG TAK BISA MATI
Antologi Puisi 2004-2012
©  Alfiyan Harfi

Cetakan Pertama, Maret 2013
ISBN : 978-602-99670-4-3

 

Khusus untuk teman-teman mahasiswa di BPPUI AM Sidareja, buku ini telah tersedia di Koperasi SMK Amirul Mu'minin Sidareja seharga Rp 25.000,-. Sedangkan buat teman-teman di luar Cilacap, bisa memesan dengan menghubungi penulis via alfiyanharfi1[at]gmail.com

Baca Selengkapnya[ANTOLOGI PUISI] Untuk Yang Mati dan Yang Tak Bisa Mati

Titik Nadir Ujian Nasional

Tertunda di 11 provinsi dan sejumlah masalah lainnya, memperlihatkan. Ujian Nasional tahun ini semakin buruk. Didesak segera dihapuskan.

Ratusan pelajar berteriak sambil memegang poster dan bendera merah putih saat melakukan aksi protes soal ujian nasional di Jakarta.

Suara Lody Paat tiba-tiba meninggi . Ketua Koalisi Pendidikan itu tak habis pikir penyeleng­garaan ujian nasional (UN) tahun ini sangat amburadul. “Kita menuntut Menteri M Nuh dan Wakilnya Musliar Kasim mundur,” ujar Lody saat jumpa pers di kantor Indonesia Corruption Watch, Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu.

Lody menilai keterlambatan UN di 11 provinsi tak sepe­nuhnya kesalahan percetakan. Kementerian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) ikut berperan serta dalam carut marutnya persoalan ini. “Per-cetakan memang salah, tapi ke­mendikbud harus dievaluasi. Ini proyek tanpa parameter yang je­las” Lody menambahkan.

Seharusnya UN untuk ting­kat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) berlangsung se-rentak di seluruh Indonesia pada Senin-Kamis pekan lalu. Tapi di 11 provinsi di wilayah tengah In­donesia terpaksa tertunda kare­na logistik soal belum diterima. Keterlambatan ini merugikan 5.000 lebih siswa yang ada di Sulawesi Selatan, Bali, Goron­talo, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma menduga, terlambatnya naskah soal UN akibat 20 variasi jenis soal yang disiapkan kemendik­bud. “Setelah siswa secara psikologis siap tanding, akhirnya mental siswa merosot setelah ditunda. Ini bumerang bagi ke­mendikbud,” ujar Satria kepada Prioritas, Rabu pekan lalu.

Tertunda tiga hari, UN akhir-nya berhasil dilangsungkan di 11 provinsi sejak Kamis pekan lalu. Namun bukan berarti persoal-an selesai. Lagi-lagi sejumlah daerah mengalami penundaan. Alasannya, tidak semua sekolah menerima naskah soal secara lengkap. Di Kalimantan Timur, Walikota Samarinda misalnya, terpaksa memutuskan UN di­undur hingga Jumat karena soal yang diterima baru sebagian. Hal yang sama juga terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 31 sekolah menengah atas dan 19 sekolah menengah kejuruan batal menyelenggara­kan UN pada Kamis pekan lalu. Selain itu, daerah yang sudah menggelar UN sesuai jadwal, juga didera berbagai masalah seperti naskah soal kurang, ter­tukar, dan lembar jawaban yang rusak.

Hasil pantauan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), di sejumlah provinsi seperti Riau, Jawa Timur dan Sumatera Utara, naskah ujian terlam­bat berkisar 1-5 jam. Bahkan, akibat kekurangan naskah soal dan lembar jawab ujian nasional (LJUN), pihak pelaksana di daerah sampai memperbanyak sendiri dengan mesin fotokopi.

Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti mengatakan, dengan memfotokopi sendiri peluang soal bocor sangat besar. Bukan hanya itu saja, dengan menggunakan LJUN fotoko­pian, siswa juga khawatir hasil ujiannya tak bisa dipindai kom­puter dengan benar. “Kalau di­fotokopi soal dan lembar jawa­ban, komputer akan menolak karenabarcode yang sama ter­lalu banyak,” ujar Retno kepada Prioritas, Selasa pekan lalu.

Bahkan Retno menerima laporan, di SMK Yusha di Ja­karta Utara, Koja, DKI Jakarta, di dalam amplop soal bahasa Inggris terdapat dua buah soal Matematika. “Padahal Matema­tika baru diujikan esoknya. Be­rarti soalnya bocor. Ini terjadi di Jakarta bukan di daerah,” Retno menegaskan. Dia juga menemu­kan praktik jual beli kunci jawa­ban masih marak terjadi. Retno misalnya menyebut kisaran har­ga per paket soal mencapai Rp 8 juta. Siswa pun tak kehilangan akal untuk mendapatkannya. Mereka, kata Retno, patungan untuk membeli kunci jawaban tersebut. “Walaupun sudah ada 20 tipe soal, tapi kecurangan tetap ada. Tahun ini terparah,” tandasnya.

Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Ke­mendikbud Ibnu Hamad, me-nyadari sepenuhnya protes yang dialamatkan kepada institusinya terkait pelaksanaan UN. Me-nyangkut sejumlah daerah yang terpaksa memfotokopi soal dan lembar jawaban, Ibnu menya­takan, semua dilakukan sesuai dengan standard operating proce­dure (SOP) yang berlaku. “Pani­tia setempat akan menanganinya sesuai dengan SOP. Barcode sama itu tidak apa-apa. Hal se-perti itu sudah ada antisipa-sinya,” ujarnya kepada Prioritas, Rabu pekan lalu.

Menanggapi merebaknya kunci jawaban, Ibnu meminta masyarakat tidak mudah terke­coh oleh tawaran semacam itu. “Kalau ada yang menyatakan punya kunci jawaban. Perta-nyaannya kunci jawaban atas soal variasi yang mana? Lagipu­la, di kelas siswa tidak bisa mem­prediksi variasi soal mana yang bakal diterimanya,” kata guru besar ilmu komunikasi Universi­tas Indonesia ini.

Seorang pegawas ujian memperlihatkan soal dan lembar jawaban Ujian Nasional (UN).

Raihan Iskandar, anggota Komisi Pendidikan Dewan Per­wakilan Rakyat, menilai pelak­sanaan UN tahun ini berada di titik nadir. “Bukannya semakin tahun semakin baik. Manajemen UN sekarang semakin buruk. Ini seharusnya tidak terjadi,” ujarnya. Raihan menyesalkan Kemendikbud yang tidak me­manfaatkan dana publik yang demikian besar untuk mengelola UN dengan baik. “Ini menjadi wajah buruk dunia pendidikan. Angka Rp 543,4 miliar untuk UN itu tidak kecil,” katanya.

Karena itu, pengamat pen­didikan Munif Chatib menga­takan, UN tidak pantas untuk dipertahankan. “Ujian nasional dengan model soal pilihan ber­ganda tidak akan komprehensif dalam menilai siswa,” ujar pe­nulis buku Sekolahnya Manusia ini.

 

Sumber Berita : http://www.prioritasnews.com/2013/04/24/titik-nadir-ujian-nasional/

Baca SelengkapnyaTitik Nadir Ujian Nasional

Jumat, 19 April 2013

MENGAJAR DALAM KETERBATASAN, KISAH GURU SM3T UNY

Submitted by nurhadi on Mon, 2013-03-11 18:49

Pagi itu, masih melewati deburan ombak yang membawa sang mentari mengalun naik, dari Gunung Inerie, sinarnya memancar. Pukul 07.00 WIT sudah terasa panas. Bergairah kali ini ia akan menemui kelas. Berharap pengalaman pertamanya memberikan tapak yang tak mudah terlupa. Tibalah di depan gapura sekolah. Tulisan SMP Negeri 3 Aimere menempel di pintu utama sekolah. Bangunan SMP itu adalah bangunan yang dibuat atas kerjasama negara Australia dan Indonesia lewat program block grant.

 

Bangunannya rapi dan cukup bersih dengan lantai keramik. Berada di tanjakan desa Keligejo dan lebih tepatnya di dukuh Nunumeo. Kalimat selamat pagi, silahkan duduk, bagaimana kabar kalian, siapa yang tidak hadir hari ini, menjadi kalimat yang harus fasih dikatakan setiap harinya. Dipandangi wajah muridnya satu persatu. Tatapan murid-muridnya tak beralih, ada yang senyum, ada pula yang terlalu fokus melihat, dan ada yang berbicara lirih. Inilah kesan pertama Tri Wulan Rahayu, guru SM3T Universitas Negeri Yogyakarta yang ditempatkan di SMP Negeri 3 Aimere, Ngada, Flores, Nusa Tenggara Timur.

SM-3T atau  Sarjana Mendidik di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal yang merupakan bagian dari program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia yang diprakarsai oleh Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dalam program ini, para sarjana pendidikan direkrut, dipersiapkan, dan diterjunkan di wilayah pengabdian. Selain mengajar, mereka juga melakukan kegiatan kemasyarakatan.

“Di sini harus keras, Ibu. Kalau tidak anak-anak akan seenaknya sendiri. Anak-anak di sini agak susah, kemampuan menangkapnya rendah, otak-otak lambat. Saya beritahu saja, Ibu,” kata Albertus Aedisius Mogo, Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Aimere. Ketika gadis desa Karang Nongko, Jarum, Bayat, Klaten tersebut memperkenalkan diri dan menyebut alamat rumahnya, banyak murid yang heran mendengar alamat itu.

“Akhirnya saya menyebut bahwa rumah saya dekat dengan rumah Pak Jokowi,” kata Tri Wulan Rahayu. “Memang hanya beberapa siswa yang mengenal mantan Walikota Solo tersebut, maklum karena hanya beberapa tempat yang telah terjamah listrik, sedang selebihnya banyak yang hanya bercahayakan pelita. Tempat saya mengajar belum ada listrik.”

Kemarau panjang membuat desa ini miskin air, pantas bila guru-guru mengeluh mencium bau tidak sedap ketika mengajar, karena ada beberapa murid yang tidak mandi. Beberapa rumah adat dan rumah permanen beratapkan seng berdiri, makam dengan nisan keramik mematung di samping kanan dan kiri rumah . Kandang-kandang babi dengan atap daun ilalang dan lontar juga turut menghiasi pekarangan rumah Desa Keligejo. Tri Wulan Rahayu tinggal di sini selama setahun bersama dua guru SM3T yang lain.

Alumni Jurusan Pendidikan Biologi ini memancing muridnya di kelas VIII dengan pertanyaan tentang cita-cita mereka. “Ketika saya katakan tentang cita-cita, mimik murid-murid berubah,” ucap Tri Wulan Rahayu. “Memang saya sedikit memaksa mereka untuk menimbulkan ke permukaan tentang impian mereka di masa depan.”

Dan ternyata beberapa murid perempuan ingin menjadi perawat dan murid paling pintar, Fani, bercita-cita menjadi guru, sedang beberapa murid laki-laki selain ingin menjadi tentara juga ada yang ingin menjadi pemain bola seperti idola mereka masing-masing. Ada sebuah cita-cita yang menarik yang ditemui Tri Wulan Rahayu ketika memasuki kelas VII A. Fandrianus Bengu, yang biasa dipanggil teman-temannya dengan nama Fandi itu dengan lugas dan lantang mengatakan cita-citanya ingin menjadi sopir otto.

Otto adalah angkutan umum di Flores yang merupakan truk diberi atap serta kursi yang menyerupai bis, lazim juga disebut bis kayu. Ketika Tri Wulan Rahayu bertanya mengapa, oleh Fandi dijawab ingin keliling Flores. Padahal medan lintasan Flores adalah jalan yang sangat curam, sempit, bertebing, dan banyak jurang serta berkelok-kelok. Memang mereka adalah anak-anak kampung dengan segala keterbatasannya.

Di kala anak-anak yang lain telah mengenal gadget dan segala kemewahan teknologi, anak-anak Aimere ini baru melihat tiang listrik yang baru ditanam di tanah. Walaupun begitu, mereka tak patah arang, pikiran mereka begitu membentang luas dan mendalam. Cita-cita mereka tak kalah besar dan tinggi dengan anak-anak Jawa yang punya segalanya.

“Walaupun hanya belajar dengan pelita, kita tetap belajar kok, Ibu. Seperti Ibu bilang, kita harus tetap belajar, membaca, dan menulis, kan?,” ucap Yano, salah satu murid sepulang sekolah. “Teruslah bersekolah, teruslah belajar, teruslah menulis, agar kalian nanti menggapai sebuah cita yang kalian ucapkan tadi. Aimere akan sangat bangga, mempunyai guru, polwan, polisi, perawat, bidan, atau tentara seperti kalian nanti,” tutup Tri Wulan Rahayu. (Dedy)

Sumber : http://www.uny.ac.id/berita/mengajar-dalam-keterbatasan-kisah-guru-sm3t-uny.html

Baca SelengkapnyaMENGAJAR DALAM KETERBATASAN, KISAH GURU SM3T UNY

Saatnya Ramai-ramai Menggugat Ujian Nasional

Sudah saatnya kita ramai-ramai menggugat ujian nasional demi kemajuan bangsa yang lebih baik. UN bukanlah alat yang tepat untuk evaluasi di negeri ini, dan kembalikan saja alat evaluasi itu kepada guru di sekolah. Guru harus dipercaya untuk membuat sendiri alat evaluasinya, dan pemerintah berkewajiban melatih guru untuk membuat alat evaluasi yang baik. Itu yang seharusnya dilakukan. Saatnya, uang negara tepat sasaran, dan bukan menjadi proyek pejabat kemdikbud.
Tentu untuk bisa seperti itu diperlukan kebesaran hati para pejabat kemdikbud menerima kritik dan masukan yang baik dari masyarakat. Tujuan yang baik akan menjadi tidak baik manakala pendekatan yang dilakukan adalah pemaksaan. Pemerintah seharusnya belajar banyak dari kejadian-kejadian yang terjadi di lapangan. Ujian nasional ternyata banyak mengundang masalah. Buku Hitam Ujian Nasional menjadi salah satu buktinya. Sampai saat ini belum ada buku putih Ujian Nasional yang dibuat oleh pakar pendidikan yang mengatakan bahwa ujan nasional itu bagus. Anda bisa bertanya kepada Prof Iwan Pranoto, Guru Besar Matematika ITB.
Dengan semakin banyaknya masalah, semestinya membuat pemerintah sadar bahwa ujian nasional yang dilakukan pemerintah tak berdampak baik buat peserta didik. Mereka menjadi korban kebijakan politik dari kemdikbud dan pada akhirnya mereka akan berteriak lantang untuk menolak ujian nasional. Bila ini terjadi, maka pemerintah akan tak bisa berbuat apa-apa.
Ketika Gubernur DKI Jakarta, Jokowi mengatakan kepada siswa SMA di Jakarta bahwa dia tak setuju dengan adanya  Ujian Nasional, Semua siswa berteriak "SETUJU" agar ujian nasional tidak ada. Kitapun yakin, kalau semua siswa ditanyakan seperti itu, pasti mereka akan mengatakan tak setuju adanya ujian nasional. Sayang, sedikit sekali pejabat seperti Jokowi yang mengerti dan memahami bahwa pemerintah telah salah dalam melaksanakan kebijakan ujian nasional. Tahun ini adalah pelaksanaan ujian nasional yang terburuk sepanjang sejarah pelaksanaan ujian nasional. Pemerintah harus kesatria mengakuinya.
Saatnya kita ramai-ramai menggugat ujian nasional. Jangan korbankan anak bangsa demi nafsu pejabat yang tidak memahami dunia pendidikan secara mendalam. Kami para guru lebih tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Ketika pemerintah sudah tak percaya lagi kepada guru, lalu kepada siapa pemerintah mau percaya?
Baca SelengkapnyaSaatnya Ramai-ramai Menggugat Ujian Nasional

Kamis, 18 April 2013

Kecurangan Ujian Nasional Itu Nyata

Kunci jawaban yang ditemukan guru dari siswa (sumber: Grup Facebook IGI)

 

Foto ini saya peroleh dari grup FB IGI, berasal dari postingan guru yang mendapati siswanya membawa kertas berisi kunci jawaban UN, yang katanya berasal dari sebuah bimbingan belajar. Saya langsung shock melihatnya. Kasak-kusuk bisnis bocoran kunci jawaban seperti ini kan sudah lama kita dengar, dan selalu terjadi tiap tahun saat UN berlangsung.

Senin (15/4) lalu, usai UN SMA hari pertama, seorang guru menelpon saya sambil menahan tangis karena saking marahnya usai dilapori siswanya yang barusan dikasih kunci jawaban oleh sekolahnya (bukan dikasih gratis sih, tapi harus bayar Rp 50-100 ribuan). SMS siswa tersebut fiforward ke HP saya. Belum lama berselang, guru lain yang jadi pengawas UN mengisahkan hal yang mirip. Siswa di sekolah tersebut diminta datang lebih pagi, dikumpulkan di ruangan, lalu dibagikan kunci jawaban. Karena soalnya 20 paket, kunci jawabannya juga 20 paket. Ada yang model lembaran seperti foto ini, atau ada yang model lain LJK-nya difotokopi kecil-kecil, nanti siswa mengeluarkan kunci sesuai paketnya, yang lain dikantongin.

Biasanya, kunci jawaban yang diberikan bukan untuk semua soal, rata-rata hanya 15 sampai 20 soal saja. Setidaknya jawaban yang dijamin benar itu sudah cukup untuk meluluskan siswa. Mungkin ini untuk menghindari siswa satu sekolahan nilainya sempurna, karena mampu menjawab semua soal dengan benar, dan pastinya bakal mengundang kecurigaan. Pengambilan kunci jawaban biasanya dilakukan oleh 2-3 siswa sekitar jam 03.30 di rumah guru yang ditunjuk, lalu siswa yang lain diminta mengambilnya di rumah siswa tersebut, atau janjian di sekolah pagi-pagi sebelum UN berlangsung.

Apakah ini modus baru? Saya yakin tidak. Hanya saja banyak pihak mendiamkannya. Pengawas misalnya tidak ada yang menggeledah saku siswa untuk mencari kunci jawaban tersebut. Atau, seperti dikatakan pengawas yang menemui saya, ketika jam UN selesai, soal dan LJK tidak langsung ditarik, tapi siswa dibiarkan saling diskusi dengan temannya dengan tambahan waktu, sampai LJK terisi penuh.

Di bawah ini adalah postingan salah satu dosen PTN yang penasaran dengan kecurangan UN, lalu meminta para mahasiswanya sharing pengalaman UN saat mereka menjadi siswa. Silakan baca sendiri, saya copas sesuai aslinya. Para dosen boleh melakukan hal yang sama, tanyain saja para mahasiswa, apa iya dulu mereka UN dengan jujur? Saya kok yakin jawabannya akan mirip pengalaman dosen di bawah ini, meski semua siswa saat UN juga menandatangani pernyataan kejujuran di LJK

Tulisan dosen PTN yang saya maksud bisa dibaca di bawah ini (saya copas sesuai aslinya) :

*********

Pendidikan karakter vs UNAS

Pagi kemarin (senin 15-4-2013) saya masuk kelas Speaking. Karena lagi musim UNAS yg disertai dengan berita tertundanya UNAS di 11 provinsi, maka UNAS menjadi topik diskusi kami. Pertanyaan pertama yang saya ajukan kepada mahasiswa “apakah diantara kalian ada yang melaksanakan unas dengan jujur”? Tak ada satupun yang menjawab. Maka diskusi semakin menarik. Saya minta mereka bercerita sejujurnya pengalaman mereka menghadapi unas.

25 mahasiswa yang ada dikelas bercerita satu persatu pengalam mereka. Tak ada sedikitpun yang mereka sembunyikan. Sedih, geram, heran campur menjadi satu mendengar cerita mereka. Bagaimana tidak, semua mengatakan kalau mereka mengerjakan UNAS dengan kecurangan.

Berbagai macam cara dilakukan oleh mereka dan pihak sekolah agar mereka bisa mendapatkan nilai yg baik. Dari diskusi tersebut, ada 4 pihak yang terlibat dalam pelaksanaan UNAS yg tidak jujur:

1. Sekolah/Guru
Di salah satu SMA negeri favorit di Gresik Selatan semuaa murid dikumpulkan pagi sebelum ujian di musholla sekolah. Mereka diajak berdoa bersama. Kemudian pihak sekolah memanggil salah satu siswa dari tiap kelas untuk diberi kunci jawaban dan kemudian di sebarkan ke yang lain.

Lain lagi yg dilakukan oleh guru di salah Satu SMA negeri favorit di surabaya. Wakill kepala sekollah yang mengkondisikan siswa untuk berbuat curang. Dia meminta nmr hp satu siswa tiap kelas dan mengirimi sms kunci jawaban ketika ujian berlangsung. Siswa dkondisikan untuk membawa 2 hp. Yg 1 dserahkan ke pengawas dan yang 1 disimpan.

Cara lain yang dilakukan sekolah meskipun tdk memberikan kunci jawaban, sekolah mengatur sedemikian rupa rupa formasi siswa tiap ruangan. Tiap ruang harus berisi minimal satu siswa yang pandai disetiap mapel dan mereka sebagai pusat contekan. Sebelum ujian, mereka juga diwanti-wanti agar selalu bekerja sama.

2. Siswa

Berbagai macam cara pula yang dilakukan oleh siswa untuk lulus ujian. Tak sedikit diantara mereka yang mengeluarkan uang untuk mendapat kunci jawaban. Mulai dari angka 60 ribu, 100 rbu, 110 ribu, 160 ribu bahkan ada yang sampai mengeluarkan uang sebesar 6 juta.

Cara unik dan terorganisir dilakukan oleh siswa2 di salah satu SMA negeri di sby. Meneruskan tradisi para seniornya, salah satu siswa mengkoordinir siswa satu sekolah untuk mencicil selama satu tahun untuk membeli kunci jawaban. Hingga pada akhirnya iuran tiap siswa mencapai angka 110 ribu.

Hal lain yang dilakukan siswa adalah bekerja sama dengan siswa dari lain sekolah, saling contek dengan bebasnya dikelas dll. Bahkan ada yang cerita kalau selama 90 menit pelaksanaan ujian mereka santai atau pura2 mengerjakan dan 30 menit sisa adalah mengecek jawaban dengan kunci jawaban yang mereka punya.

3. Pengawas

Kecurangan yang sekolah atau siswa lakukan sebenarnya diketahui oleh pengawas dan mereka membiarkan. Buktinya ketika siswa rame saling contek atau tukar jawaban hampir seluruh pengawas membiarkan. Mereka tetap santai membaca koran atau ngobrol dengan pengawas yang lain.

Pagi ini disalah satu stasiun tv juga ditayangkan kondisi kelas ketika ujian berlangsung. Di situbondo salah satu siswa terekam sedang membuka HP tampaknya sedang mengintip kunci jawaban. Di Madura, kelas gaduh karena saling contek dan dibiarkan begitu saja oleh pengawas

4. Lembaga kursus

Tak disangka ternyata lembaga kursus berperan besar terhadap kecurangan yang terjadi dalam UNAS. Beberapa mahasiswa mengungkapkan kalau mereka mendapatkan kunci jawaban dari lembaga kursus dimana mereka belajar. Tidak mengherankan jika sekarang banyak lembaga kursus menawarkan program lulus UNAS dan jika peserta tidak lulus maka uang kembali.

Ternyata kasak kusuk yang berkembang di tengah masyarakat terkait kecurangan UNAS bukan omong kosong. Kalau sudah seperti ini apa gunanya sekolah?
Kenapa pemerintah harus membuang uang miliaran rupiah untuk membuat kurikulum yang konon katanya berbasis karakter dsb. Usaha keras pemerintah, sekolah, guru dan siswa selama 3 tahun untuk yang tampak mulia hangus, dan hancur karena UNAS. Karakter baik yang dibentuk selama 3 tahun rusak gara-gara UNAS. Kalau sudah seperti ini apa layak untuk diteruskan???

Wallahu A’lam

Sumber : http://edukasi.kompasiana.com/2013/04/17/kecurangan-ujian-nasional-itu-nyata-552067.html

Baca SelengkapnyaKecurangan Ujian Nasional Itu Nyata

Rabu, 27 Maret 2013

Bismillah, saya menolak Kurikulum 2013

Setelah membaca dokumen kurikulum 2013, mengikuti seminarnya, dan merenung sedalam-dalamnya, maka saya ucapkan, "Bismillah", dan memberanikan diri untuk menolak kurikulum 2013. Mengapa saya sebagai seorang guru menolak kurikulum baru? Sebab kurikulum baru itu tidak menjawab permasalahan pendidikan yang ada di bumi Indonesia. Anda boleh tak setuju dengan saya, dan boleh juga sepakat. mari kita beragumentasi dengan akal sehat.

Rendahnya Kualitas Guru

Masalah rendahnya kualitas guru, seharusnya bukan dijawab dengan pergantian kurikulum baru. Semestinya pemerintah menjawabnya dengan pelatihan-pelatihan guru yang mampu meningkatkan kualitas guru. Pendidik kita banyak yang belum mengikuti pelatihan untuk meningkatkan profesionalitasnya. Bahkan ada guru PNS di daerah yang puluhan tahun belum mendapatkan pelatihan guru dari pemerintah. Itulah fakta yang dapat dilihat dengan kasat mata.

Rendahnya nilai anak-anak Indonesia berdasarkan hasil penelitian TIMSS 2011 dan PISA secara internasional belum bisa dijadikan alasan untuk pergantian kurikulum. Sebab rendahnya nilai itu, karena kita belum memiliki guru-guru yang berkualitas. Kalau saja pemerintah fokus dalam pelatihan guru, niscaya nilai-nilai itu akan terangkat dengan sendirinya. Sebab pada dasarnya, anak Indonesia adalah anak-anak yang cerdas. Perlu guru yang cerdas pula untuk mengajari mereka. Cara mengajar guru itu kuncinya.

Kurikulum sudah seringkali berubah, namun ternyata tidak memecahkan masalah. Mengapa kita tak pernah belajar dari sejarah? Selalu melakukan hal yang sama, dan terperosok dalam lubang yang sama? Kasihan para peserta didik kita. Mereka hanya menjadi kelinci percobaan kaum penguasa. Mereka dijadikan "trial and error"dari sebuah penelitian kebijakan yang berbasis proyek. Pantas saja pendidikan menjadi mahal di negeri ini. Si miskin menjadi sulit mendapatkan pendidikan yang baik. Rusak sudah bangsa ini (RSBI). Ganti menteri, ganti kurikulum.

Pak Mendikbud Muhammad nuh selalu bilang, "di Kurikulum baru, guru tak perlu lagi bikin silabus". Sungguh sebuah pembodohan yang terstrukturisasi. Guru hanya diminta untuk menjadi makhluk penurut dan memenuhi keinginan sang penguasa. Guru tak menjadi lagi orang yang merdeka, dan memiliki kepekaan terhadap lingkungan sekitarnya.

Tolak Kurikulum 2013

Kini saatnya guru bersatu untuk menolak kurikulum baru. Jangan mau lagi guru dibodohi oleh sang penguasa. Kita harus mampu berpikir kritis, dan bukan hanya memikirkan diri sendiri. Nasib bangsa ini terletak di tangan guru. Bila gurunya kritis, dan mampu berpikir jernih, maka sang penguasa tak akan mampu berbuat apa-apa. Demokrasi terletak ditangan rakyat, dan pendidikan yang baik terletak di tangan guru tangguh berhati cahaya.

Mengapa guru harus menolak kurikulum 2013? Sebab kurikulum ini syarat dengan kepentingan politik. Kurikulum itu terlalu dipaksakan dan belum tentu mampu menjawab persoalan pendidikan yang ada saat ini. Guru-guru malah dibuat bingung dengan kurikulum baru. Seminar dan bedah kurikulum 2013 digelar di berbagai tempat, namun hasilnya belum cukup memuaskan semua pihak. Bila anda ingin melihat dokumennya, silahkan diunduh di facebook group Ikatan Guru Indonesia (IGI).

Kurikulum 2013 ditelanjangi di Institut Teknologi Bandung (ITB). Sebuah perguruan tinggi bergengsi di Indonesia. Banyak pakar pendidikan bicara, dan pemerintah seperti tuli. Tak mau mendengarkan, dan terlalu memaksakan kehendaknya sendiri. Selama ini begitu banyak masukan dan pertimbangan dari para kritisi, praktisi di lapangan, kaum cendekiawan, dan akademisi menyikapi permasalahan bangsa ini, selalu saja mentok ketika berhadapan dengan politik pengambil kebijakan. Setiap solusi dan terobosan yang bisa terasa langsung di lapangan hampir tak pernah mulus terterima atau bisa diimplementasikan sesegera gagasan itu muncul.

Pemerintah terlalu yakin kurikulum 2013 adalah obat yang sangat mujarab untuk menyembuhkan penyakit pendidikan kita. Kurikulum 2013 adalah kurikulum berbasis kompetensi yang pernah digagas dalam Rintisan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) 2004, tetapi belum terselesaikan karena desakan untuk segera mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006. Lalu pertanyaannya, ada apa dengan KBK?

Saran saya, karena banyaknya penolakan pemberlakuan kurikulum 2013, sebaiknya kurikulum ini ditunda dulu pelaksanaannya. Dari sisi persipannya saja, masih terlihat tergesa-gesa. Meski pemerintah selalu membanatahnya di media. Ingatlah pesan orang bijak! Sesuatu yang tergesa-gesa itu akan berdampak buruk. "al'ajalu minassyaithon", tergesa2 itu sebagian dari kebiasaan syetan. Pikirkanlah yang matang dan mari kita terima masukan dan kritikan dengan lapang dada.

Uji publik yang dilakukan oleh pemerintah seharusnya dapat menjawab kegalauan para guru. Namun sayang, uji publik yang digelar itu, hanya mampu dipahami oleh pemerintah dan belum dipahami sepenuhnya oleh para guru di sekolah. Lagi-lagi guru hanya sebagai obyek penderita saja. Kapan ya guru menjadi subyek? Guru akan menjadi subjek bisa setiap saat, jika ia kreatif mengubah kurikulum di depan murid, menjadi segar dan enak untuk dilahap murid. Guru penentu di kelas, dan tentu saja tidak ada hubungannya dengan pemerintah.

Guru Harus Bersatu.

Wahai para guru, bersatulah untuk menolak kurikulum baru. Kita tolak kurikulum 2013 bukan karena kita tak ingin menjadi bangsa yang maju. Tapi kita ingin pemerintah melatih terlebih dahulu guru-guru, menjadi tenaga profesional yang mampu memperbaiki cara mengajarnya.  Guru harus berubah, tapi perubahan itu tak harus dengan mengganti kurikulum baru yang mengeluarkan biaya sampai Rp. 2, 49 Trilyun. Lebih baik uang itu digunakan untuk pelatihan dan peningkatan mutu guru di seluruh Indonesia

Dalam SMS sosialisasi kurikulum 2013 dituliskan, anggaran melekat artinya ada atau tidak ada kurikulum 2013 anggaran itu tiap tahun diusulkan dalam anggaran rutin kemendikbud. Anggaran melekat sebesar Rp. 1,74 Trilyun terdiri atas APBN kemdikbud Rp. 991,8 Miliar dan DAK sebesar Rp. 748, 5 Miliar. Anggaran langsung artinya anggaran murni yang diusulkan dan didedikasikan karena adanya kurikulum 2013.  Anggaran langsung Rp. 751, 4 Miliar untuk persiapan dokumen, penulisan dan pembuatan buku, uji publik, dan sosialisasi, pengadaan buku, dan pelatihan guru. Besarnya anggaran karena jangkauan dan jumlah sasaran yang hendak diberikan pelayanan terhadap kurikulum 2013 begitu besar.

Membaca SMS di atas itu, saya geleng-geleng kepala, dan berharap anggota DPR tak serta merta menyetujuinya. Sebab jajaran kemdikbud belum fokus terhadap dana yang ada, namun sudah membuat anggaran baru lagi yang belum jelas manfaatnya untuk kemajuan pendidikan di Indonesia.

Kita tentu masih ingat buku sekolah elektronik atau BSE. Buku BSE itu sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, dan pemerintah telah membeli buku itu dari penulisnya. Kitapun masih ingat bahwa ratusan buku pengayaan yang dituliskan oleh para pemenang naskah buku pengayaan kemendikbud sampai saat ini belum diterbitkan. Tak jelas kenapa belum diterbitkan. Kami yang menjadi salah satu pemenangnya jelas saja kecewa. Kini pemerintah akan membuat buku untuk mendukung kurikulum baru, bukankah ini pemborosan biaya?

Kalau mau jujur, kurikulum 2013 bukanlah jawaban dari peningkatan kinerja pendidikan melalui kurikulum, guru, dan lama tinggal di sekolah. SMS yang menyesatkan dari sosialisasi kurikulum 2013 ini jelas dibuat untuk mempengaruhi pola berpikir publik agar tidak kritis dengan kekurangan kurikulum 2013. Anggaran dana sebesar Rp. 2,49 Trilyun untuk kurikulum 2013 terdiri atas anggaran melekat dan anggaran langsung cuma akal-akalan pemerintah agar dana ini dapat dicairkan dengan dalih pendidikan kunci pembangunan.

Solusi terbaik bangsa ini adalah menolak dengan tegas kurikulum 2013. Biarkan kurikulum lama dievaluasi lebih dulu. Mari kita melihat kelemahan dan kelebihannya. Lalu kemudian lakukan uji publik. Jangan hanya sepaihak saja mengatakan bahwa kurikulum 2006 atau KTSP tidak bagus dan harus diganti. Segala sesuatu itu harus dilakukan dengan cara yang benar dan penelitian yang tingkat validitasnya tak diragukan. Transparansi atau keterbukaan harus dikedepankan demi menjunjung nilai kejujuran dan sikap demokratis. Sehingga tak ada omongan lagi, "ganti menteri, ganti kurikulum."

Mari kita ucapkan "Bismillah" bersama-sama. Yakinlah dan percaya bahwa kurikulum 2013 tidak memecahkan masalah pendidikan. Tetaplah percaya bahwa perubahan itu pasti terjadi. Namun percayalah, perubahan itu bukan harus merubah kurikulum. Perubahan itu seharusnya memperbaiki cara mengajar guru agar mampu menjadi guru yang berkualitas. Guru yang mampu melakukan pembelajaran yang mengundang sehingga siswa asyik dan menyenangkan. Guru yang mampu menjadi mata air bagi peserta didiknya dari kehausan akan ilmu pengetahuan. Guruyang mampu memberikan keteladanan sehingga ikut meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didiknya. Ingatlah selalau, "Guru yang berkualitas akan melahirkan peserta didik yang berkualitas pula."

 

Salam Blogger Persahabatan

Omjay

 

http://wijayalabs.com

Baca SelengkapnyaBismillah, saya menolak Kurikulum 2013