Catatan Eko Prasetyo
penulis buku Apa Yang Berbeda dari Guru Hebat
Mengejutkan. Betapa tidak, saya mendapat laporan dari istri soal penyimpangan saat pelaksanaan ujian nasional (unas) SMP pekan lalu. Ia menuturkan pengalaman rekannya saat berkunjung ke dinas pendidikan setempat. Sang rekan membaca laporan adanya dugaan kecurangan unas SMP.
Di sebuah SMP negeri di kota saya tersebut, ada kejanggalan yang ditemukan oleh pengawas ruang ujian. Sang pengawas mendapati kejanggalan dalam daftar hadir peserta unas. Di balik daftar hadir itu, ternyata ada bocoran jawaban soal unas. Busyet!
Kontan, petugas pengawas yang merupakan kolega istri saya tadi mengambil lembar bocoran jawaban unas yang berada di balik daftar hadir tersebut. Sebagian guru SMP itu menunjukkan raut muka kecewa. Mereka tidak puas dengan tindakan tegas si pengawas.
Hal ini kemudian dilaporkan ke dinas pendidikan setempat. Yang menyedihkan, saya mendapat kabar bahwa guru-guru SMP tersebut sampai murka. Mereka tak sudi lagi ada pengawas yang dinilai sok suci dan sok pahlawan seperti itu. Mereka bahkan menyebutkan nama beberapa sekolah yang tidak akan mereka terima gurunya sebagai pengawas pada unas-unas mendatang. Gila! Sungguh gila!
Nama kolega istri itu ada pada saya. Termasuk nama sekolah yang mengirimkan pengawas tegas tadi. Ini pengalaman yang amat menyedihkan. Unas berkali-kali dikebiri oleh para pendidiknya, namun penguasa (baca: Kemendikbud) justru menampik hal itu di berbagai media. Alasannya, belum ada laporan resmi soal dugaan kecurangan unas. Sangat mengherankan.
Tentu saja ini bukan pengalaman pertama bagi saya soal kasus pengebirian kejujuran ketika pelaksanaan unas. Saya pernah mewawancarai salah satu guru asal sebuah kota di Jawa Barat dan ini terdokumentasi dalam salah satu buku saya. Ia dimusuhi kepala sekolah dan para rekannya karena tidak mau berkompromi membocorkan unas. Guru sok suci adalah julukan yang dihadiahkan kepadanya oleh mereka.
Tentu saja segala olok-olokan -yang sebenarnya lebih pantas diberikan untuk para pelacur di dunia pendidikan itu- sangat menyakitkan. Guru senior ini nyaris depresi. Batinnya tercabik-cabik. Ia yang sering menyuarakan pentingnya kejujuran justru menjadi pesakitan karena berbuat jujur.
Ujian nasional benar-benar horor. Bukan hanya bagi siswa, tapi juga pendidik yang teguh memegang kejujuran. Sedemikian horornya, kita bakal mudah menemui orang-orang yang berubah menjadi sangat alim menjelang perhelatan akbar unas. Misalnya, ikut istighotsah padahal salat wajib bisa jadi masih bolong-bolong. Yang lebih parah: pensil 2B dicelupkan ke air Ponari supaya lebih jos saat ikut unas. Lha mana bisa kalau si murid tidak sinau alias belajar keras? Akal sehat mendadak hilang ketika unas.
Kota Delta, 27 April 2013
Sumber : http://mustprast.wordpress.com/2013/04/27/unas-dikebiri-guru-sendiri/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar