Jumat, 26 April 2013

Titik Nadir Ujian Nasional

Tertunda di 11 provinsi dan sejumlah masalah lainnya, memperlihatkan. Ujian Nasional tahun ini semakin buruk. Didesak segera dihapuskan.

Ratusan pelajar berteriak sambil memegang poster dan bendera merah putih saat melakukan aksi protes soal ujian nasional di Jakarta.

Suara Lody Paat tiba-tiba meninggi . Ketua Koalisi Pendidikan itu tak habis pikir penyeleng­garaan ujian nasional (UN) tahun ini sangat amburadul. “Kita menuntut Menteri M Nuh dan Wakilnya Musliar Kasim mundur,” ujar Lody saat jumpa pers di kantor Indonesia Corruption Watch, Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Kamis pekan lalu.

Lody menilai keterlambatan UN di 11 provinsi tak sepe­nuhnya kesalahan percetakan. Kementerian pendidikan dan kebudayaan (kemendikbud) ikut berperan serta dalam carut marutnya persoalan ini. “Per-cetakan memang salah, tapi ke­mendikbud harus dievaluasi. Ini proyek tanpa parameter yang je­las” Lody menambahkan.

Seharusnya UN untuk ting­kat Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) berlangsung se-rentak di seluruh Indonesia pada Senin-Kamis pekan lalu. Tapi di 11 provinsi di wilayah tengah In­donesia terpaksa tertunda kare­na logistik soal belum diterima. Keterlambatan ini merugikan 5.000 lebih siswa yang ada di Sulawesi Selatan, Bali, Goron­talo, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah.

Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Satria Dharma menduga, terlambatnya naskah soal UN akibat 20 variasi jenis soal yang disiapkan kemendik­bud. “Setelah siswa secara psikologis siap tanding, akhirnya mental siswa merosot setelah ditunda. Ini bumerang bagi ke­mendikbud,” ujar Satria kepada Prioritas, Rabu pekan lalu.

Tertunda tiga hari, UN akhir-nya berhasil dilangsungkan di 11 provinsi sejak Kamis pekan lalu. Namun bukan berarti persoal-an selesai. Lagi-lagi sejumlah daerah mengalami penundaan. Alasannya, tidak semua sekolah menerima naskah soal secara lengkap. Di Kalimantan Timur, Walikota Samarinda misalnya, terpaksa memutuskan UN di­undur hingga Jumat karena soal yang diterima baru sebagian. Hal yang sama juga terjadi di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Sebanyak 31 sekolah menengah atas dan 19 sekolah menengah kejuruan batal menyelenggara­kan UN pada Kamis pekan lalu. Selain itu, daerah yang sudah menggelar UN sesuai jadwal, juga didera berbagai masalah seperti naskah soal kurang, ter­tukar, dan lembar jawaban yang rusak.

Hasil pantauan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), di sejumlah provinsi seperti Riau, Jawa Timur dan Sumatera Utara, naskah ujian terlam­bat berkisar 1-5 jam. Bahkan, akibat kekurangan naskah soal dan lembar jawab ujian nasional (LJUN), pihak pelaksana di daerah sampai memperbanyak sendiri dengan mesin fotokopi.

Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti mengatakan, dengan memfotokopi sendiri peluang soal bocor sangat besar. Bukan hanya itu saja, dengan menggunakan LJUN fotoko­pian, siswa juga khawatir hasil ujiannya tak bisa dipindai kom­puter dengan benar. “Kalau di­fotokopi soal dan lembar jawa­ban, komputer akan menolak karenabarcode yang sama ter­lalu banyak,” ujar Retno kepada Prioritas, Selasa pekan lalu.

Bahkan Retno menerima laporan, di SMK Yusha di Ja­karta Utara, Koja, DKI Jakarta, di dalam amplop soal bahasa Inggris terdapat dua buah soal Matematika. “Padahal Matema­tika baru diujikan esoknya. Be­rarti soalnya bocor. Ini terjadi di Jakarta bukan di daerah,” Retno menegaskan. Dia juga menemu­kan praktik jual beli kunci jawa­ban masih marak terjadi. Retno misalnya menyebut kisaran har­ga per paket soal mencapai Rp 8 juta. Siswa pun tak kehilangan akal untuk mendapatkannya. Mereka, kata Retno, patungan untuk membeli kunci jawaban tersebut. “Walaupun sudah ada 20 tipe soal, tapi kecurangan tetap ada. Tahun ini terparah,” tandasnya.

Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Ke­mendikbud Ibnu Hamad, me-nyadari sepenuhnya protes yang dialamatkan kepada institusinya terkait pelaksanaan UN. Me-nyangkut sejumlah daerah yang terpaksa memfotokopi soal dan lembar jawaban, Ibnu menya­takan, semua dilakukan sesuai dengan standard operating proce­dure (SOP) yang berlaku. “Pani­tia setempat akan menanganinya sesuai dengan SOP. Barcode sama itu tidak apa-apa. Hal se-perti itu sudah ada antisipa-sinya,” ujarnya kepada Prioritas, Rabu pekan lalu.

Menanggapi merebaknya kunci jawaban, Ibnu meminta masyarakat tidak mudah terke­coh oleh tawaran semacam itu. “Kalau ada yang menyatakan punya kunci jawaban. Perta-nyaannya kunci jawaban atas soal variasi yang mana? Lagipu­la, di kelas siswa tidak bisa mem­prediksi variasi soal mana yang bakal diterimanya,” kata guru besar ilmu komunikasi Universi­tas Indonesia ini.

Seorang pegawas ujian memperlihatkan soal dan lembar jawaban Ujian Nasional (UN).

Raihan Iskandar, anggota Komisi Pendidikan Dewan Per­wakilan Rakyat, menilai pelak­sanaan UN tahun ini berada di titik nadir. “Bukannya semakin tahun semakin baik. Manajemen UN sekarang semakin buruk. Ini seharusnya tidak terjadi,” ujarnya. Raihan menyesalkan Kemendikbud yang tidak me­manfaatkan dana publik yang demikian besar untuk mengelola UN dengan baik. “Ini menjadi wajah buruk dunia pendidikan. Angka Rp 543,4 miliar untuk UN itu tidak kecil,” katanya.

Karena itu, pengamat pen­didikan Munif Chatib menga­takan, UN tidak pantas untuk dipertahankan. “Ujian nasional dengan model soal pilihan ber­ganda tidak akan komprehensif dalam menilai siswa,” ujar pe­nulis buku Sekolahnya Manusia ini.

 

Sumber Berita : http://www.prioritasnews.com/2013/04/24/titik-nadir-ujian-nasional/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar